Session 1

3:39 AM Unknown 0 Comments

Hujan tak juga reda. Aku benci suasana seperti ini! Ini semakin membuatku melankolis saja. Dan kelihatan bodoh! Perasaan ini membuatku seakan tak berdaya, emosi memang subjektif, rasio bisa kalah olehnya. Ya, oleh cinta.
Aku tak pernah mengundangnya tuk hadir di hatiku. Jelas-jelas aku tahu betul bagaimana seharusnya perasaan ini di manage bila belum saatnya ia tiba. Aku orang berilmu, aku orang beragama. Selain hafal akupun faham betul ayat yang melarang mendekati zina. Pertanyaanku, apakah jatuh cinta itu mendekati zina?
“Cinta itu fitrah manusia, Shara.”
Ustadzah Sari saja berkata begitu. Orang yang pemahaman keagamaannya jauh di atas aku menganggap bahwa jatuh cinta itu adalah hal yang wajar. Silakan berkata “Cinta itu fitrah tapi kita jangan menodai kefitrahannya dengan dengan perbuatan atau hubungan yang sama ekali tidak pernah dicontohkan dalam Islam. Pacaran.”
Tidak perlu menesehatiku atau menguatkan pendapatmu dengan dalil-dalil Al-Quran atau Hadits yang melarang kita, umat Islam untuk berpacaran, karena dalil-dalil itu adalah makananku sejak kecil. Tempat ini telah membentukku sebagai anak ABG, hingga kini sebagai remaja yang hidup berasaskan Quran dan Sunnah. Camkan ucapanku, bukankah mengaplikasikan suatu teori itu jauh lebih sulit dari sekedar mengetahuinya? Tolonglah aku, ini pertamakalinya bagiku, aku jatuh cinta… aku jatuh cinta. Apa yang harus kulakukan?
“Perbaiki shalat malammu, Shara”
Aku turuti nasihat Via, sahabatku. Sebelum tidur aku memasang alarm di angka 02:00. Pukul 22:00 aku memejamkan mata, hingga pulul 24:00 aku masih terjaga. Aku gusar. Hatiku risau. Setiap benda apapun yang kulihat nampak seperti sesosok wajah yang begitu aku kenal, membuatku tersenyum sendiri kala menatapnya. Kemudian aku berharap sosok itu benar-benar nyata hadir untuk mengobati rindu. Penyakit yang baru-baru ini kuketahui bahwa rasanya benar-benar menghujam jantung. Sakit!
@@@
“Ana mencintai antum karena Allah, Akhi…”
Tuturku terbata-bata. Malu, tapi aku tidak mampu menahan lagi untuk tidak mengatakannya. Yang kupanggil dengan sebutan akhi itu tertunduk. Wajahnya mengkerut. Mungkin bingung, atau mungkin juga dia sedang berharap bahwa ini hanyalah mimpi.
Mungkin ini yang dinamakan orang dengan salah tingkah. Karena sekarang akupun jadi tak tahu apa yang harus kulakukan selanjutnya. Diam-diam aku jadi menyesal, andai saja ucapanku barusan bisa ditarik kembali !  ikhwan dihadapanku inipun hanya diam. Duh, kenapa diam saja? Katakanlah sesuatu, ya atau tidak. Dijawab dengan potongan lagu ‘Nantikanku dibatas waktu’nya Edcoustic-pun tak apa. Tapi jangan diamkan aku! Rasa-rasanya aku tidak pernah semalu ini. Apa sebaiknya aku pergi saja daripada tak kuat menahan malu. Atau, aku ralat saja ucapanku tadi. Ya, benar. Aku ralat saja. Sekarang aku hanya tinggal katakan bahwa tadi aku sedang bercanda. Ya, ini aprilmop. Meskipun ini bukan tanggal satu tapi hari ini aku ingin memberlakukannya… huh, konyol memang.
“…jadi jangan diambil hati ya, maaf sudah membuat bingung.”
Ah, lega rasanya bisa mengatakan itu. Walaupun itu artinya aku harus memendam cinta ini lebih lama lagi. Tapi koq, dia masih kelihatan bingung?
“Lho, kenapa masih bingung? Ana kan sudah bilang kalau ana hanya bercanda.”
“Gimana aku nggak bingung, nggak biasanya kamu susah dibagunin kayak gini. Ayolah Shara, kita semua sudah shalat shubuh.. kamu masbuq tauk!”
“Bangun, masbuq? Maksud antum apa sih, Fathah?”
“Hah, hah… fat? Owh… Fathah? Hahaha…”
“Aduh, kepalaku pusing” keluhku. Sekelilingku tampak gelap.
“Ya gimana nggak pusing, orang bangun tahajjud kamu tidur. Orang shalat shubuh kamu masih tidur juga. Jadi gara-gara mimpiin Fathah tho?”
Ledekan lainnya menyusul. Ramai sekali. Bahkan ada yang tertawa terbahak-bahak. Picingan mataku melebar. Semuanya sudah terlihat jelas. Ada Ayuni, teman sekelasku. Di belakang Ayuni aku menangkap wajah Salma, Hilda dan Senja. Mereka adik kelas-adik kelas yang sudah delapan bulan sekamar denganku.
“Deu… Teh Shara, jadi teteh naksir Kang Fathah ya?”
Aku ingat sekarang, jadi tadi itu hanya mimpi. Dan aku mengingau, aku menyebut-nyebut nama Fathah. Apa yang sudah kulakukan? Sebagai santri tertua seharusnya aku menjadi uswah bagi adik-adik kelasku. Bukannya malah mengekspos perasaan yang tidak halal ini! Astaghfirullah...

0 comments: