Halalkah Mencintainya?

2:28 AM Unknown 1 Comments



Teman, saya ingin bertanya, apakah perasaan terikat dengan hukum halal atau haram? Seperti halnya perbuatan, apakah perasaan diklasifikasikan akan suatu batasan? Sampai di sini pertanyaan saya sudah bisa ditangkap belum ya?
Baiklah, begini saja. Ada suatu perbuatan yang hukumnya sudah mutlak. Misalnya shalat itu wajib dan mencuri itu haram. Madu itu halal dan khomer itu haram. Nah, itu yang mutlak. Dan ada juga yang hukumnya disandarkan (apa ya istilahnya?) pada keadaan, misalnya hukum menikah adalah wajib bagi yang telah berkecukupan: baik secara fisik, mental, materi, dan sebagainya. Tapi menikah bisa menjadi haram jika tujuan dari menikah bukan lillahi ta’ala, misalnya menikah untuk balas dendam pada sang calon istri atau calon suami (nah lho, sinetron banget ya?), menikah juga jadi haram bagi seorang pria yang sudah beristri empat, dan tergantung berbagai keadaan lainnya, hukum menikah bisa menjadi makruh, mubah, dan lain sebagainya.
Oke, sekarang kita kembali pada pembahasan inti kita. Apakah perasaan juga terikat pada suatu hukum yang banyak disebutkan di atas? Misalkan lagi (banyak contohnya, biarin ya?) membenci kekafiran adalah wajib, itu sudah tentu. Mencintai Allah, Rasulullah, orang tua, orang-orang mukmin, itu juga wajib. Mencintai suami (ehm) itu juga wajib, iya gak sih? Mungkin iya, untuk semakin memudahkan seorang istri untuk menunaikan tugasnya. Tapi apa dengan demikian hukumnya menjadi wajib? Kalau halal sih iya, tapi wajibkah? Adakah yang bisa memberikan sebuah rasionalisasi yang kuat, atau sebuah dalil Al-quran atau hadits mungkin? Itu pertanyaan yang pertama.
Dan yang kedua, sebenarnya inilah yang paling ingin saya diskusikan. Apakah mencintai seseorang, kita spesifikan saja pada lawan jenis yang bukan mahram, itu hukumnya… HARAM?
Kamu boleh bilang, “So why Vie? Tidaklah disebut haram jika kita mencintainya karena Allah.”
Atau kamu akan bilang, “Cinta itu kan fitrah, Vie. Jika mencintai yang bukan mahram itu haram, dosa dong seluruh manusia sejagat raya.” Lebaynya!
Atau mungkin seperti ini, “Buat aku boleh aja sih Vie Mencintai yang belum mahram, asal… cintanya kita tidak melebihi cinta pada Allah, asal… cintanya kita semakin mendekatkan kita pada-Nya, asal… cintanya kita membuat kita menjadi lebih baik, asal… kita harus pinter-pinter me-managenya dan jangan sampai jadi  kitanya yang malah dikendalikan oleh cinta” banyak syaratnya. But it’s no problem, teman… apapun jawabanmu, ungkapkanlah!
Ada yang ingin berbagi?
Saya tunggu pendapatnya ya… ^_^

1 comments:

epjay said...

Perasaan termasuk cinta adalah aktivitas hati, sedangkan aktivitas hati ada yang dapat dikendalikan ada juga yang berada di luar kemampuan manusia untuk mengendalikannya. Nabi Muhammad saw. sendiri mengakui hal tersebut. Dalam kaitan dengan cinta kepada istri - istrinya, beliau nerusaha untuk bersikap adil dan mempersamakan mereka dalam segala hal, termasuk dalam hal cinta. Namun, beliau mengakui tak mampu dan menyadari sepenuhnya bahwa tingkat cintanya kepada masing - masing istri berbeda - beda. Beliau bermunajat atau menyampaikan perasaannya kepada Allah. "Ya Allah, inilah (adil dalam bidang material) yang berada dalam batas kemampuanku. Janganlah tuntut aku menyangkut sesuatu yang berada di luar kemampuanku (cinta)."