Behind the Scene "Contact Person"
Saya sangat mencintai soulmate
saya. Dialah yang selalu setia menemani hari-hari saya, suka dan suka,
pahit dan manis, kami lalui bersama. Dia pulalah yang tahu benar
bagaimana perjalanan hidup saya. Dia, saksi sejarah hidup saya.
Karenanya,
saat ini saya ingin menuliskan sepenggal kisah penuh makna yang begitu
mengajarkan saya arti kesabaran dan keikhlasan. Terimakasih yang tak
terhingga untuk sang soulmate: HP Nokia 6070 keluaran tahun 2007.
Silakan
komentari HP jadul yang saya gunakan di jaman yang serba canggih ini.
Di saat orang lain sudah menggunakan teknologi sebagai cerminan gaya
hidup mereka, saya masih setia dengan Hp butut, jadul yang fiturnya
tidak lengkap ini. Bagaimanapun, sekali lagi, dia soulmate saya. (ngeles, padahal mah belum ada dana buat beli yang baru, hoho)
Dalam
satu tahun terakhir, si Noki ini (nama panggilan HP saya), telah
beralih fungsi dari yang tadinya digunakan sebatas untuk keperluan
pribadi, sms-an ngalor ngidul dan tak puguh juntrungannya, kini bertaubat dan mewakafkan dirinya untuk ummat.
Setiap
majikannya ini jadi panitia dalam suatu acara, seringkali dia jadi
tumbal. (sebenarnya majikannya yang jadi tumbal), yaitu tiada lain
adalah menjadi seorang “contact person”
Sodara-sodara
sebangsa dan setanah air, mungkin ada yang pernah mendapatkan sms promo
acara, biasanya di bawahnya selalu tercantum nomor yang bisa dihubungi
untuk informasi lebih lanjut. Atau di pamphlet, leaflet,
spanduk, baligo, atau iklan di radio. Dalam beberapa acara, nomor yang
tercantum di sana adalah nomor cantiknya si Noki. Alhasil, sms yang
masuk ke hape jadul saya ini berasal dari nomor-nomor asing yang
meskipun saya tidak tahu siapa pengirimnya, tetap harus saya balas, atau
saya angkat telponnya dengan menunjukkan ekspresi yang seramah mungkin.
Namun karena pada dasarnya setiap individu itu unik, meski saya sudah berusaha untuk ramah, ada saja yang menanggapi dengan lempeng, jutek bahkan marah-marah pada saya. dalam hati jadi pengen nomong sendiri, “Ini sebenarnya siapa yang butuh sih?”
Contohnya
waktu saya jadi panitia acara Kibar HIMI Persis. Karena kebetulan saya
jadi koordinator perlombaan yang seluruhnya berjumlah 15 jenis lomba,
maka saya yang jadi CP (Contac Person). Saya tahu benar apa konsekuensi
yang saya harus tanggung ketika mengemban amanah ini. Pertama, saya
harus benar-benar faham konsep acara dari A-Z. Kedua, saya harus selalu
siap sedia kapanpun dimanapun untuk membalas sms dan telpon yang masuk.
Ketiga, saya harus selalu memastikan bahwa si Noki tidak kehabisan
pulsa. Keempat, saya harus siap-siap terkenal. Hehehe…
Namun
selain empat poin yang sudah saya antisipasi sebelumya itu, ternyata
ada poin lain yang tidak terprediksi sebelumnya, yaitu saya dimarahi
peserta!
“Teh, saya dan teman-teman mau ikut lomba puisi,
cerdas cermat, pidato b.inggris, pidato b.indonesia dan b.arab, sama
lomba debat. Persayaratan dan ketentuannya apa aja?”
“untuk ketentuan lomba lengkapnya bisa dilihat di kibarhimipersis.wordpress.com. pendaftaran terakhir besok. Ditunggu ya… ^_^”
“saya nggak bisa ol teh, jauh ke warnetnya. Memangnya nggak bisa dismsin ya?”
“wah,
kalau lwt sms nggak akan cukup 3 layar teh, hhe. Untk pidato temanya
peran mhsswa sbg agent of change, puisi ada yg wajib ada yg pilihan.
Puisinya sudah bisa dilihat di blog.. ”
“tolong ya, saya harap panitia bisa diajak kerjasama. Saya minta puisi dan peraturan lombanya dismskan. Terimakasih”
Dalam
hati saya geram, mungkin muka saya juga terlihat kesalnya. Namun saya
tidak boleh menunjukkan kekesalan saya. akhirnya saya menjawab,
“maaf
Teh, puisinya sudah ditentukan, semuanya ada 1 puisi wajib dan 10 puisi
pilihan, saya rasa teks puisinya tidak akan bisa dismskan, setiap lomba
memiliki persyaratan yg berbeda. Untk persyaratan umumnya…
bla..bla…bla…”
Akhirnya saya mengsmskan peraturan umum lomba. Dan
seperti biasa, di ujung sms saya tidak boleh lupa menyisipkan symbol
senyum, seolah saya memang sedang tersenyum, meski pada kenyataannya
saya sedang manyun, sambil nyengir, ngomel, nangis, lalu ketawa
terbahak-bahak sendirian. (lho?)
Ada yang bikin kesel, ada
juga yang bikin saya cengengesan sambil geleng-geleng kepala. Pasalnya,
ada salah satu peserta lomba KTI yang setelah mengirimkan makalahnya
via email, si pengirim mengsms saya seperti ini,
“Teh, bisa tolong
editin KTI saya? saya lupa yang bab III nya belum diedit. Yang itu tuh
harusnya ada yang dibuang bagian B-nya, tarus yang bagian C diganti jadi
bla..bla..bla… saya nggak sempet ngedit, lagian kata teteh terakhir
dikumpulinnya kemaren. Tolong editin ya teh, KTI yang atas
nama….bla..bla..bla…” Dia menyebutkan nama lengkapnya. Silakan tebak
ekspresi saya ketika membaca sms itu!
Yang paling bikin
kesel selama jadi CP perlombaab Kibar, adalah ketika peserta protes
lewat sms karena hadiahnya tidak memuaskan.
“Setahu saya yang
juara 1 itu hadiah yang dijanjikan adalah uang senilai sekian rupiah,
kenapa yang saya dapatkan tidak sesuai ya?”
Padahal kami sebagai
panitia, khususnya saya sebagai kordinator perlombaan merasa tidak
pernah menjanjikan hadiah senilai uang sekian rupiah pada pemenang.
Bahkan ketika technical meeting dengan sangat terbuka saya menjelaskan
bahwa hadiahnya bukan berupa nominal uang, dengan alasan yang juga
disampaikan secara terbuka.
Lain di Kibar, lain juga di
acara Semerbak. Di acara ini saya jadi CP Sayembara Cerpen.
Kejadian-kejadian lucu di Kibar juga terulang di sini. Peserta dengan
karakter yang menuntut kesabaran seperti itu bukan hanya satu dua, tapi
puluhan! Rasanya saya sudah kebal. Hihi. Yang unik di acara ini adalah
adanya peserta yang mula-mulanya bertanya persyaratan lomba, lalu lanjut
pada pertanyaan,
“teteh kordinatornya ya?”
“Hmm. Aktif di himi?
“kuliah di mana?”
“Jurusan apa”
“Wah hebat ya, berarti nanti di hari H kita bisa ketemu ya teh. Saya sedang ngambil S2 di *** (sensor). Oh ya namanya siapa?”
Gubrakkk!!
Itu
terjadi beberapa bulan yang lalu, dan bulan-bulan ini, saya menjadi CP
(lagi) pada Kuliah Kepenulisan FLP Bandung. Mungkin memang sudah
sunatullah, individu itu unik dan melalui ini Allah menghendaki aku agar
menjadi pribadi yang terus belajar sabar, ikhlas, ramah dan
menyenangkan.
Saking ingin optimal dalam ber-ramah tamah ria, pada peserta yang tidak tahu tempat kuliah kepenulisan saya berkata,
“Teteh udah sampai mana? Sudah di salman belum?”
“Sudah. Dari kantin ke sebelah mana Teh?”
“Dari kentin ke bla..bla..bla..” saya menjelaskan rute dari kantin Salman ke gedung utsman.
“Wah saya bingung Teh sebelah mana ya? Nanya orang juga malah menyesatkan”
“Kalau begitu teteh tunggu aja deket kantin, biar saya jemput kesitu ya”
“Nggak usah Teh”
“Eh nggak apa-apa koq Teh, dari situ deket koq. Biar saya jemput saja, kasian tetehnya.”
“Saya laki-laki teh”
Lagi-lagi… GUBRAKKK!!!
Yah,
begitulah sodara-sodara, di belakang berjalannya acara demi acara,
selalu ada yang namanya contact person, sudah mulai terbayang kan apa
saja yang dilakukan oleh seorang CP? Yang saya ceritakan di atas tidak
lebih dari 25 persen saja dari keseluruhan pengalaman saya yang
aneh-aneh. Asik ya! Hehe, apalagi ketika tiba saatnya acara di mulai
pada hari H, para peserta biasanya mencari sesosok panitia yang selama
ini berkomunikasi dengannya. Itulah dia sang contact person.
Salam manis dari Noki untuk semuanya.. ^_^
Suatu pagi,
6 Desember di kamar yang baru di-sapu.
Diiringi “11 Januari”-nya Gigi.
0 comments:
Post a Comment