OBAT RINDU

3:29 AM Unknown 0 Comments

Aku menemukan obat lain dari rindu…
Selain bertemu.

Berwudhu.

Rindu…
Rasa yang begitu sederhana

Istimewanya…
Ia begitu menuntut.

Apa yang bisa kulakukan kala ia menyerang?
Selain hanya mengingat kembali tujuanku memupuk rasa itu,
Rasa berbumbu rindu sebagai pelengkapnya.

Dan tujuan itu berkata padaku…
”Bertemu bukan obat bagimu
Reduksi rasa itu,
Berwudhu,
Adukan pada Tuhanmu.
Ia akan mendengarmu
Mendengar bisikanmu bahwa kau hanya akan bertemu jika Tuhanmu mengizinkanmu.
Ia juga tahu rasa sakitmu menahan itu.

Satu yang perlu kau ingat,
Semakin kau Menahan
Semakin kau sakit
Semakin kan terasa indah pada waktunya”

Dan aku kan berkata pada tujuanku:
“Ingatkan aku selalu padamu
Agar aku merasa Tuhan selalu bersamaku
Ia tersenyum padaku karena ku tak menyalahi titah-Nya
Karena ku bertahan dalam sakit ini
Sendiri
Kemudian keluar sebagai pemenang”

Dan pada sudut lain aku berkata pada objek rinduku…
“Takkan kujadikan rindu sebagai pengganggumu
Aku merindukanmu karena ku tahu kau merindukan Tuhanmu
Karenanya…
Kelak
Jika Ia mengijinkan
Tatkala takkan ada lagi penghalang
Tatkala segalanya menjadi halal
Tatkala rinduku, rindumu, rindu kita… tak pernah kehabisan obat…

Kita pupuk rindu lain, bersama
Kita temukan obatnya bersama
Diawali berwudhu
Tawaddhu
Mengadu
Hingga di masa yang berbeda
Kita bisa menemuinya dalam syahdu.
Di mana hanya ada aku, kamu,
Dan Ia
Sebenar-benar objek rindu.”

Medio Januari.
Untuk objek rinduku,

-Aku dan kamu dalam genggaman-Nya-

0 comments:

"Ya" Atas Pertanyaanmu

12:26 AM Unknown 0 Comments

Dua puluh tahun usiaku. Kamu tahu, aku sudah memikirkan apa yang akan kutulis ini sebelum angka usiaku genap tujuh belas. Ya, aku mulai memikirkannya, bahwa suatu saat jika aku memilih seorang pria untuk menjadi qawwamku, agama adalah syarat utamanya. Dan alasan ini pulalah yang dengan tegas menuntunku untuk memberikan jawaban “ya” atas pertanyaanmu.

Tahukah kamu hujanku… Allah-lah yang membisikkan quradatnya lewat isrtikharah-istikharahku, lewat perenungan panjangku, lewat doa-doa di sujud malamku, dan lewat keyakinan yang ia tancapkan dalam hatiku, bahwa ternyata memang namamulah yang Ia sandingkan dengan namaku dalam buku Qadla dan Qadar-Nya di Lauhul Mahfudz,  jauh sebelum Ia tiupkan ruh pada jasad kita.

Sebagaimana janji-Nya, Ia memasang-masangkan hamba-Nya dari jenis yang serupa, agar tumbuh pada mereka kecenderungan dan rasa nyaman. Doa itulah yang mengawali langkahku. Semoga benar engkau adalah bagian dari janji-Nya, semoga benar engkau adalah imam yang akan merangkulku tuk meraih cinta-Nya, dan semoga denganmu aku dapat semakin kuat untuk menjalani ketentuan-Nya, semakin sabar atas segala ujian-Nya, semakin bersyukur atas segala nikmat-Nya.

Ibarat kapal, bahtera kita akan berlayar di lautan luas. Ombak bahkan badai adakalanya kan menghadang. Genggam tanganku agar tak jatuh, temani aku agar tak tersesat jauh. Bersama kita jalani semua, bersama kita kita mengharap ridho-Nya.

Aku tahu, tak ada yang sempurna. Begitu juga dengan dirimu. Kelak, pasti akan kutemui  cacatmu. Tapi kembali kan kuingat sederet alasan yang membawaku padamu: agamamu, agamamu, dan agamamu. Itu sudah cukup untuk menawanku. 

Sungguh akupun tak sempurna, hujanku... 

Sederet alasan kau memilihku, belum tentu benar adanya. Kukatakan ini saat ini, aku tak ingin ada penyesalan di waktu yang terlambat. Balikkan badanmu jika kau rasa takkan mampu. Menjauhlah dariku jika kau takut ku kan kecewakanmu. Allah bersamaku, dienul Islam di hatiku. Pandang aku hanya sebatas itu. 






kala pikirku dan rasaku
tersenyum tanda "ya" untukmu

ah, entah pada siapa kan kulayangkan ungkapan itu. 

0 comments: