First Anniversary: Tentang Cinta yang Lebih Besar dari Cintamu

kemarin,
hari dimana seharian aku bermain dengan ingatanku;
tentang setahun lalu
di tanggal yang sama
ketika orang ramai merayakan kemerdekaan bangsa,
kita sibuk mencubiti lengan masing-masing.
mencoba meyakinkan diri bahwa hari ini bukanlah mimpi.
itu jelas nyata, Abi.
hari itu setahun yang lalu,
kita resmi suami-istri.

benarlah bahwa Rasulullah tidak memberikan contoh untuk memperingati,
tapi mengingat untuk bermuhasabah diri, itu keharusan yang pasti.
"sekadar untuk catatan pribadi, lalu mengapa harus ditulis disini?"
"untuk menjadi saksi kebesaran-Nya"
kita yang menuju pelaminan karena telah terlalu lama saling mengenal,
sadar akan bahaya yang mengintai. maka timbulah usaha yang agak 'memaksa' pada orang tua. mengatakan pada mereka, "kita mampu, mama!" meski angka usia sama-sama masih dua puluh dua. meski ijazah sarjana sama sekali belum kita punya. meski penghasilan kita belum sanggup menyandangkan predikat kaya.
"kita mampu, papa!"
meski dengan bekal seadanya, tapi besar ittikad untuk lebih keras berusaha.
dan kita menikah...
berusaha tunjukkan bukti atas janji-Nya dalam An-Nur ayat 32.
dan kita menikah...
melihat dunia dengan kaca mata berdua. mem-bijak-i masalah agar terkesan lebih indah. dan mencari solusi agar tantangan tampak mudah.
dan kita menikah...
saat kau memutuskan keluar dari pekerjaanmu dan ku tunda studiku.
dan kita menikah...
dimana setiap hari aku mencerewetimu dan kau balas tatapan teduh. mengingatkaku untuk selalu tawaddu. bukan untukmu, tapi untuk menyelamatkan surgaku sendiri; imbalan bagi istri shaliha.
dan kita menikah...
untuk kemudian merumuskan semua sendi dari titik awal.
tanpa rasa takut karena aku punya kamu, kamu punya aku, dan kita punya Dia.
dan kita menikah...
menepis semua pendapat "jangan punya momongan dulu!"
membuktikan pada mereka bahwa peri kecil kita lahir bersama berjuta karunia.
dan kita menikah...
hingga hari ini setahun setelahnya,
kita mampu buktikan kuasa-Nya;
ternyata kita selalu baik-baik saja
dan insyaAllah akan selalu baik-baik saja
selama bahtera kita memiliki (1) nahkoda, (2) penumpang yang sedia ke berkata 'ya' saat dibawa tujuan semula, sedia mengingatkan saat nahkoda mulai berbelok arah, dan sedia berpegangan tangan atau menyetirnya berdua saat badai melanda. dan (3) yang utama, TUJUAN pelayaran kita.
ah, malu rasanya.
ini setahun pertama, Abi.
kita tidak tahu apa-apa dibandingkan mereka yang telah berlayar lebih lama.
hanya mampu berdoa
semoga IA senantiasa mengiringi perjalanan kita.
karena jika IA ada, kita tidak butuh lagi apa-apa.

Saya Tidak Suka Olahraga

saya tidak suka olahraga.
mungkin itulah alasan terbesar kenapa tinggi badan saya tidak bertambah sejak SMA. padahal waktu SMP, tinggi saya hampir sama dengan rata-rata teman, lho!
saya tidak suka olahraga.
karenanya, jangan tanya olahraga apa yang saya bisa.
lari, itu saja. itupun sambil ngos-ngosan. tapi lari saya terbilang cepat, lho! waktu kuliah, saya bisa lari keliling stadion upi beberapa kali dan sampai lebih cepat dibandingkan rata-rata teman. mungkin karena berat badan saya lebih ringan. hehe

saya tidak suka olahraga. tapi kali ini saya benar-benar menyesal dengan pernyataan saya. saya ingin sekali mulai berolahraga. saya ingin selalu sehat!
saya ingin setiap pagi selamanya seperti ini:
menyiapkan sarapan untuk suami (dan buah hati yang sebentar lagi MPASI), memenuhi nutrisi mereka, menyiapkan segala kebutuhan mereka agar optimal sepanjang hari.
saya ingin setiap siang selamanya seperti ini:
menemani mereka dari mulai bercanda ringan, sampai berdiskusi dengan pikiran yang cemerlang.
saya ingin selamanya seperti ini:
menyaksikan dan menjadi andil terbesar dalam setiap kesuksesan mereka, melihat dengan senyum, tawa riang, dan fisik yang menunjang agar leluasa memeluk mereka, mengucapkan selamat dengan air mata bahagia. bukan malah ditangisi karena tak berdaya di kursi roda...
saya tidak suka olahraga.
tapi rasa cinta saya pada mereka jauh lebih besar dari ketidaksukaan saya pada olahraga.
maka,
hallo olahraga...
hari ini kita akan mulai dari mana?
yang pasti, jangan dulu sepak bola :)


Benang Layang-Layang

Oleh: Kurniaawan Gunadi
"Layang-layang mampu terbang tinggi jika didukung oleh benang yang berkualitas baik. Jika tidak, bisa putus layang-layang terbawa angin entah kemana. Layang-layang membutuhkan benang untuk dia dapat terbang, tanpa benang dia hanya akan terserak diatas tanah dan menjadi sampah.
Benang berkualitas tentu saja berharga lebih mahal dari benang biasa, tak kan kalah meski diadu dengan benang yang lain. Tak kan bisa benang lain memutuskannya. Layang-layang dan benang adalah sepasang jodoh yang darisana telah ditakdirkan berpasangan.
Tapi ada juga layang-layang yang hanya mampu terbang rendah, benangnya tak cukup bagus untuk menahannya terbang lebih tinggi. Ada pula layang-layang yang kemudian putus, tak mampu benang menahan layang-layang itu untuk tetap terikat, kalah oleh kuatnya angin.
Ada juga yang bermain adu layangan, saling bergesekan benang dan lagi-lagi salah satunya putus, bercerailah antara benang dan layang-layang. Layang-layang yang kalah tak akan lagi berharga, benang yang kalah tak akan lagi dipakai. Disimpan, menjadi usang, atau dibuang.


Namun, ada pula layang-layang yang mampu terbang tinggi, setinggi-tingginya dan benang mampu menjaganya terbang dengan tenang. Begitu gagahnya dan layang-layang dipuji akan ketinggiannya, tapi siapa yang lupa, aku atau kamu, layang-layang dapat setinggi itu tentu dijalin oleh benang yang sangat bagus, aku penasaran padanya. Benang seperti apakah gerangan yang digunakan untuk layang-layangnya.”
Ibu menghentikan ceritanya.
"Kau tahu puteriku sayang, laki-laki adalah layang-layang dan perempuan adalah benang. Tanpa perempuan, laki-laki tak akan menjadi apa-apa. Dibalik ketinggian (kesuksesan) laki-laki, ada kita dibaliknya. Puteriku, jadilah benang yang berkualitas terbaik, buatlah layang-layangmu kelak terbang setinggi-tingginya, karena setinggi apapun dia terbang, dia selalu terikat olehmu dan akan bergantung denganmu. Jagalah dia agar dia tidak putus dan hilang arah, ingatlah bahwa layang-layang selalu ingin terbang tinggi"
Ibu tersenyum. Aku mengangguk. Aku berjanji akan menjadi sebaik-baiknya benang untuk layang-layangku.

Pendidikan Spiritualnya Bayi

Mendidik itu beda dengan mengajar, apalagi dengan mengasuh...

***

Kemarin saat adzan maghrib berkumandang, Albina menangis keras. Sejauh ini jika Albina menangis dalam keadaan sudah kenyang dan popoknya tidak basah, berarti tangisan Albina merupakan laporan pada

umminya bahwa ia ingin dipangku. Dalam bahasa isyarat mungkin sebenarnya bayi mungil itu dengan manjanya berkata, “Ummi... gendong aku!”


Sebagai ibu yang baru memiliki satu anak saya yakin, dalam keadaan seperti itu semua ibu pasti langsung menggendong bayinya. Ibu mana yang tidak sayang buah hatinya?

Pun saya, dengan suka cita langsung menghampiri Albina,
“Uuuh sayang... sini sama Ummi.”


Namun muadzin dari speaker masjid depan rumah terus mengumandangkan panggilan shalat, hayya ‘alasshalat.. hingga laa ilaaha illa Allah.. ; tiada Tuhan selain Allah. Tidak ada yang patut disembah selain Allah. Tidak ada yang patut diutamakan selain Allah. Tidak dengan pekerjaan, tidak dengan kesibukan, tidak juga dengan anak. Lantas saya urungkan memangku Albina sambil tersenyum dan berkata padanya,

“De, Ummi shalat dulu ya, Dede tunggu sebentar di sini. Nanti kalo ummi udah selesai shalat kita main lagi.” Ucap saya dengan bahasa Sunda (karena kami sekeluarga ingin Albina bisa nyunda dengan baik, bahasa Indonesia akan ia kenal kemudian).

Albina terus menangis, ia masih ingin digendong. Saya gendong sebentar, ia behenti nangis. Saya tidurkan lagi, ia kembali menangis. Fix. Albina memang ingin digendong.

Nampaknya kalimat yang saya sampaikan (bahwa umminya harus shalat maghrib dulu) belum bisa dia mengerti. Tapi bukan berarti usaha saya untuk memahamkannya menjadi sia-sia. Tidak, sama sekali tidak. Saya begitu yakin bahwa saya harus menyampaikannya sejak dini, sejak dia masih bayi bahkan sejak masih dalam kandungan; bahwa kita memiliki Tuhan, bahwa kita harus beribadah, bahwa ada Allah yang harus kita utamakan lebih dari segalanya. Bahwa bukan berarti Ummi tidak menyayangimu, Nak. Bahkan ummi saaaangat menyayangimu, karena Allah.

Mungkin Albina memang belum mengerti, tapi dia akan lebih cepat mengerti dibandingkan jika saya (dan/atau suami) belum memberinya pengertian sama sekali mengenai ini.

Oleh karena itu meski Albina belum berhenti menangis saya memutuskan untuk membaringkannya di atas kasur. Kemudian saya shalat.

Tapi ternyata urusan ini belum selesai.

Ujiannya, ya Rabbi... betapa saya tidak bisa shalat dengan khusyuk. Sebagaimana saya tidak bisa konsentrasi mencuci atau masak saat Albina menangis. Gerakan shalat saya pun jadi tidak tumaninah dan cenderung terburu-buru. Saya menyelesaikan shalat lebih cepat dari biasanya. Salam kanan, salam kiri, buka mukena, lalu langsung memangku Albina. Noted: saya sama sekali tidak dzikir dan berdoa seusai shalat.

Jika ada kekurangan dalam praktek metode pendidikan ini, ini sepenuhnya keterbatasan saya yang masih harus banyak belajar dan sama sekali bukan kesalahan metodenya. Bagaimanapun saya yakin, orang tua harus segera shalat saat adzan berkumandang meskipun anaknya menangis, kecuali jika tangisan anaknya menandakan kondisi darurat. (jika ada kekeliruan mengenai pemahaman saya mohon diluruskan)

Pada intinya, saya hanya berusaha memberikan pendidikan spiritual pada anak saya sejak bayi. Salah satunya dengan cara sederhana ini. Tidak sederhana sebenarnya, karena terus terang saya masih merasa berat dan sulit saat mempraktekannya. Saya masih harus terus belajar. Begitupun dengan Albina, ia harus belajar menunggu. Suatu saat ia harus faham bahwa ia tidak bisa meminta sesuatu pada orang tuanya di saat ummi-abinya harus terlebih dahulu menunaikan panggilan Allah. Ia harus mengerti bahwa ia sangat dicintai, namun cinta tidak melulu mengabulkan segala keinginan, apalagi sampai mengabaikan perintah Allah, ia juga harus mengerti bahwa kelak ia memiliki kewajiban yang sama dengan orangtuanya dalam beragama. 

Pun karena mendidik itu tidak sama dengan mengajar. Kita tidak cukup hanya dengan berkata bahwa shalat itu wajib, tapi harus memberikan teladan dengan segera memenuhi panggilan shalat ketika adzan berkumandang. Meskipun anak menangis. Tegas dalam hal ini mesti, saya kira.

Mendidik juga tidak sama dengan mengasuh, dimana kita dituntut untuk memberikan kenyamanan pada anak dan memenuhi keinginannya agar ia tidak menangis.

Mendidik itu menyampaikan, membentuk lingkungan dan menjadi teladan.

Bayi mungil berusia 50 hari seperti Albina pun perlu pendidikan spiritual. Misalnya dengan berkata, “wah.. sudah adzan dhuhur, De. Yuk shalat dulu yuk! Nanti kalau Dede sudah bisa berdiri kita belajar shalat ya..” Itu pendidikan.

Dengan memutar mp3 murotal di rumah, itu pendidikan. Dengan melafadzkan basmalah ketika hendak menyusui agar anak mendengarnya, itu pendidikan. Dengan meluruskan “Hao” menjadi “Allah” saat bayi mulai berceloteh, “Hao Hakeng” menjadi “Allah Agung”, juga pendidikan. Dengan menutup mulut bayi saay ia nguap dan mengajarkannya mengucap Allahu Akbar. Dengan melafadkan hamdalah saat ia bersin, dengan membacakan doa mau tidur ketika ia mengantuk, dengan mengganti lagu nina bobo menjadi lagu-lagu positif, shalawat apalagi tilawah Quran, itu semua pendidikan.

Seperti Rasulullah yang memangku Hasan (atau Husen?) cucunya saat beliau SAW sedang shalat. Bukankah itu sebuah bentuk pendidikan?

***


Senin pukul 21:37


Menca(u)ri waktu tidur Albina, agar bisa nulis.

Untuk Albina Jauh Sebelum Engkau Ada

Dear putriku tahun 2030 sekian...
jatuh cintalah pada saat yang tepat, karena jatuh cinta terlalu cepat hanya akan membuat malammu terasa lebih sepi dari seharusnya.

dan percayalah, tak ada saat yang lebih membahagiakan selain saat kau menyadari, kau mencintai seseorang yang tepat di saat yang paling tepat; setelah ijab qabulmu, Nak..

setiap orang punya cinta, maka sebelum saatnya tiba ekspresikan cintamu sebesar-besarnya pada-Nya dengan jalan mencintai ilmu, keluargamu, saudara seimanmu, dan semua hal yang kan semakin menambah porsi cintamu pada-Nya.

dengan begitu,
orang yang tepat itu akan menemuimu dengan alasan; "kamulah wanita yang akan menegaskan, membesarkan dan menguatkan cintaku pada-Nya."




November 2013; 
Tulisan ini untuk Albina, jauh sebelum Engkau ada di dunia.

Kita di Sebulan Pertama

Benar, pernikahan kita terlalu dini. Bagi orang-orang yang menganggap bahwa menikah itu menghentikan mimpi. Tapi bagi kita, menikah adalah jalan pintas untuk secepat mugkin memeluk mimpi-mimpi. Bukan hanya mimpiku, tapi juga mimpimu, mimpi keluarga, mimpi orang-orang terdekat, dan mimpi ummat.

Seperti katamu, pernikahan adalah program akselerasi. Mengandalkan teman hidup sebagai partner, motivator, sahabat, guru, ah... butuh apa lagi? Jika saat lelah kita menemukan tempat pulang yang mendamaikan. Mengemban semuanya berdua...

Terimakasih atas semangatmu yang tak pernah mati.

Selamat satu bulan pernikahan, sayang.. semoga Allah membersamai kebersamaan kita 



Sebelum Menikah, Bicarakan Hal-hal Urgent Ini dengan Calon Pasangan




Kenapa banyak orang yang setelah menikah justru kecewa karena merasa pasangannya saat ini berbeda jauh dengan yang mereka kenal sebelum menikah? Atau jangan-jangan sebenarnya yang ditampakkan sebelum menikah justru bukan sifat asli mereka dan baru kelihatan setelah pernikahan?
Bagi sebagian orang, hanya karena sungkan kepada calon pasangan, akhirnya tidak mau membicarakan dan mendiskusikannya. Tapi belakangan, setelah semua masalah rumah tangga mengacaukan semua mimpi indah tentang pernikahan itu, barulah menangis menyesal dan mulai mencari solusi.
Untuk itu sebelum terlambat dan memutuskan menikah, bicarakan hal-hal urgent ini dengan calon pasanga Anda:
  1. Sudah tahukah anda masing-masing hak dan tanggung jawab setelah menikah nanti? Siapa yang akan mencari nafkah, berdua atau suami saja? Lalu, bagaimana kalau istri ingin ikut bekerja sebagai bentuk aktualisasi diri?
  2. Diskusikan mengenai prosesi pernikahan. Apakah hanya syukuran atau akan diadakan pesta? Kalau iya, bagaimana dengan pembagian biaya resepsinya?
  3. Berterus teranglah kepada calon pasangan tentang utang yang saat ini sedang ditanggung, jangan sampai setelah menikah baru mengaku. Anda juga bisa menanyakan hal yang sama tentang utang yang sedang dia tanggung.
  4. Perlu kah untuk saling terbuka mengenai pendapatan? Sangat perlu. Ini bisa jadi masalah besar di kemudian hari jika tidak terus terang dari awal. Sering orang yang kelihatan punya karir dan jabatan bagus di sebuah perusahaan besar, ternyata gajinya tak seperti yang dibayangkan.
  5. Apakah anda saat ini jadi tulang punggung keluarga dan memberikan sebagian besar gaji untuk membantu keluarga? Atau ada anggota keluarga yang wajib dibantu setiap bulan seperti uang sekolah adik atau keluarga yang mengidap menyakit yang harus rutin berobat? Perlu dibicarakan dulu nih pada calon pasangan, setelah menikah nanti mau seperti apa, berapa persen pendapatan anda yang akan tetap dialokasikan untuk membantu.
  6. Setelah menikah tinggal dimana? Ada saja masalah yang mungkin timbul ketika tinggal serumah dengan mertua. Jika terpaksa harus tinggal di rumah mertua, sampai kapan? Sudahkah disepakati dari awal?
  7. Calon pasangan minta melakukan tes kesehatan sebelum menikah, kenapa tidak? Bukan untuk meragukan, tapi kita bisa bersiap antisipasi lebih dini untuk segala kemungkinan.
  8. Setelah menikah, apakah ingin langsung punya momongan, atau menunda dulu karena suatu hal?
Mungkin masih ada hal-hal lain yang mengganjal tentang diri pasangan, baiknya hal tersebut dibicarakan sebelum jauh ke jenjang pernikahan. Tidak perlu gengsi, takut dibilang matre atau banyak syarat, tapi 8 hal di atas sangat urgent untuk dibicarakan dengan calon pasangan. 

Sebelum terlambat, upayakan yang terbaik untuk pernikahanmu karena itulah masa depan dunia dan akhiratmu :)

-dari berbagai sumber

Berhaji di Usia Muda, Why Not?

Sejauh ini, jamaah haji dari Indonesia dipenuhi oleh orang-orang lanjut usia. Jarang sekali ditemui jemaah yang usianya masih muda. Beragam alasannya; mulai dari faktor kemapanan, mendahulukan rukun Islam lainnya, sampai ada yang memang belum diniatkan. Padahal, berhaji di usia muda memiliki keunggulun dari segi kesehatan dan kekuatan sehingga ibadah haji menjadi lebih maksimal. Jadi, siapa bilang berhaji itu harus nunggu tua? Yuk niatkan dan persiapkan segala sesuatunya dari sekarang, cek beberapa poin yang perlu dipersiapkan agar kita dipilih menjadi salah satu tamu-Nya.
1. Niat ikhlas untuk berhaji
Niat untuk beribadah haji harus dimulai dari sekarang. Meskipun ibadah haji diiringi dengan kata-kata “jika mampu”, bukan berarti jika tidak ada uang kewajiban haji langsung gugur, dan bukan berarti juga ketika empat rukun Islam lainnya belum dilaksanakan maka rukun kelima jadi tidak wajib dilakukan. Intinya kita harus terus memperbaharui niat dan keyakinan untuk berhaji sebelum ajal tiba.
2. Azzam untuk meraih surga melalui ibadah haji
Ibadah Haji merupakan salah satu ibadah yang di dalamnya bertaburan sarana untuk menghapus dosa dan meraih surga. Karena itu, jangan sampai azzam kita kendur untuk melaksanakannya.
Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW pernah ditanya,”Amal apakah yan paling utama?”. Rasul menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya”. “Kemudian apa?”, “Jihad di Jalan Allah”, “Kemudian apalagi?”, “Haji Mabrur”.
3. Perbanyak wawasan tentang pentingnya haji
Pengetahuan seputar ibadah haji, sebaiknya dicicil sejak dini sehingga perlahan akan masuk dan membentuk pemahaman yang kokoh dalam diri kita. Wawasan ini perlu untuk menjaga keikhlasan niat dan tekad kita untuk berhaji. Pengetahuan tentang haji bisa kita dapatkan dengan membaca buku maupun artikel di situs-situs Islam.
4. Tarik pertolongan Allah melalui ibadah yang maksimal
Jika Allah melihat kesungguhan kita untuk berhaji, insya Allah kemudahan haji yang tidak disangka-sangka Ia berikan untuk kita tunaikan. Kesungguhan ini bisa kita lakukan melalui ibadah di luar haji yang nilai pahalanya tidak kalah besar. Antara lain; Sholat tepat waktu, qiyamul lail, berbakti pada orang tua, dan sedekah, yang sangat dicintai Allah jika kita kerjakan.
5. Menabung dari harta yang halal
Jangan berpikir bahwa biaya haji yang mahal tak mungkin terjangkau oleh kantong kita yang anak sekolah/mahasiswa. Allah Maha Kaya, Ia bisa saja memberangkatkan kita ke Rumah-Nya tanpa meminta biaya sedikitpun dari kita. Rahasia ibadah haji seringkali di luar batas logika manusia. Banyak orang yang pergi haji karena diberangkatkan oleh perusahaannya, diongkosi oleh dermawan, menang melalui undian yang halal, mendapat warisan, dan sebagainya. Kalau Allah punya kehendak, siapa yang akan menghalangi?
6. Doa di waktu dan tempat yang Mustajab
Segala inti dari ibadah adalah doa, dan doa adalah senjata kaum muslimin. Jika kita ingin memenunaikan ibadah haji selagi muda, jangan sia-siakan meminta di waktu mustajabnya doa, yaitu ketika berpuasa, musafir, dizalimi, selepas adzan, antara iqamah dan sholat, antara dua khutbah jumat, waktu sahur, waktu hujan, dan sepertiga malam. Dan jangan sia-siakan pula hari diijabahnya doa seperti hari jumat, hari arafah, malam dan hari raya, malam lailatul Qadar, malam nisfu Sya’ban, dan awal rajab.
Maksimalkan ikhtiar dan azzamkan dalam hati; Berhaji di usia muda, why not?

dari berbagai sumber

Sesungguhnya Saya Sedang Kasmaran

Oleh: Benny Arnas

Beruntunglah orang-orang yang akan menikah bakda lebaran! Mungkin lebih tepatnya kukatakan, beruntunglah orang-orang yang akan menikah bakda Ramadhan! Mereka akan menikah setelah melalui satu bulan penuh cabaran. Menahan hawa nafsu.

Mereka harus belajar tak makan-minum seharian. Memaknai bahwa rumahtangga sejatinya bangunan kerontang. Ia bukanlah supermarket yang bernama kebahagiaan. Ia adalah gudang makanan yang kosong dari persediaan. Mereka bukan harus mengambil darinya, namun justru mengisinya, untuk dibawa ke kapal asmara yang sudah ditaut di pelabuhan cinta.

Mereka makan ketika dibutuhkan, mereka minum ketika haus saja. Makan pun taklah boleh terlampau banyak.Tak elok kekenyangan. Alih-alih membuat badan bertenaga, alih-alih menambah semangat bekerja; namun justru membuat rasa malas kian betah. Minum pun jangan sampai membuat perut kembung. Alih-alih menghilangkan haus, namun justru menyebabkan sakit perut. Ya, makanlah sebelum lapar, dan minumlah sewajarnya. Maka, rumahtangga akan dirasai sebagai bahtera yang lunas berlayar bila sesiapa yang ada di dalamnya mampu mengatur persediaan makanan dengan baik, mampu menggunakannya secara tak berlimpah.

* * * 

Beruntunglah orang-orang yang akan menikah bakda lebaran!
Mungkin lebih tepatnya kukatakan, beruntunglah orang-orang yang akan menikah bakda Ramadhan! Mereka akan menikah setelah melalui satu bulan penuh cabaran. Menahan hawa nafsu.


Mereka harus belajar tak melampiaskan amarah seharian. Memaknai rumahtangga sejatinya kebahagiaan yang diciptakan. Mereka harus sabar menenggang segala salah, silap, dan dosa, yang sangat mungkin dilakukan oleh masing-masing pihak, lalu melukai masing-masing pula, lalu bersemayamlah tungku kebencian yang awalnya adalah kesal-kesal manja, lalu tanpa disadari masing-masing menyiramnya dengan minyak kecemburuan, lalu mereduplah api asmara karena dilumat bara asmara yang menyala-nyala (benci menjadi dengki, cemburu menjadi ragu). Bila tak segera dimatikan, maka rumah kebahagiaan hanya tinggal impian. 
Bila tak ingin menghadapinya, keselarasan berumahtangga bagai jempol dalam isapan. Maka, bila mencintai, cintailah sekadarnya. Bila membenci, bencilah sekadarnya.


* * * 

Beruntunglah orang-orang yang akan menikah bakda lebaran! Mungkin lebih tepatnya kukatakan, beruntunglah orang-orang yang akan menikah bakda Ramadhan! Mereka akan menikah setelah melalui satu bulan penuh cabaran. Memaknai waktu mengolah amanah.



Mereka harus belajar tak membuang waktu percuma di malam punai. Memaknai bahwa berumahtangga sejatinya tentang kecakapan mengolah amanah. Maka, mereka bertadarus. Mengaji bersama-sama. Menyelesaikan juz demi juz. Mengkhatamkan Al Qur’an. Semuanya tak hanya dianggap sebagai lelaku jamaah. Lebih dari itu, mereka memaknainya sebagai tanggungjawab yang menyenangkan. Bila kehidupan rumahtangga sudah diserakkan oleh onak dan duri, mereka memungutnya. Bersama-sama.Ya, percintaan adalah kitab suci dengan halaman tak berbatas. Mereka mesti membacanya bila ingin merayu Tuhan agar Dia senantiasa melimpahkan karomah. Mereka akan selalu mengkajinya demi melunaskan penasaran; kapan juz 30 berlabuh?.Selalu. Sampai bila-bila.

Karena mereka tak tahu, di mana surat Al Ikhlas bersemayam demi melafalkan kalimat bahwa Ia Mahabenar dengan Segala Firman. Mereka akan tahu bila tiba-tiba Israil tersenyum dan bilang, “maaf, sudah saatnya kalian pulang” dengan santun dan suara yang halus. Ketika itu mereka tiba-tiba berada di lembar terakhir mushaf. Mereka tutup Al Quran. Tadarusan tunai.

* * * 

Beruntunglah orang-orang yang akan menikah bakda lebaran! Mungkin lebih tepatnya kukatakan, beruntunglah orang-orang yang akan menikah bakda Ramadhan! Mereka akan menikah setelah melalui satu bulan penuh cabaran. Mengeja cinta dengan berbagi.

Mereka harus belajar tak membuang waktu percuma seharian. Memaknai bahwa berumahtangga sejatinya tentang memberi. Mereka bayar zakat. Mereka perbanyak sedekah. Tentu mereka tahu, betapa masih banyak anak-anak jalanan, janda-janda fakir, dan orang-orang papa, yang terlantar, yang kehadirannya bagai disengaja Tuhan untuk melihat apakah mereka bersedia memberi atau tidak sama sekali. 

Maka, berumahtangga bukan hanya usaha menggunungkan kebahagiaan. Namun juga usaha mengikisnya perlahan-lahan. Memberikan sebagian kesemringahan agar yang lain jua merasakan nikmatnya kehidupan. Gunung takkan menjadi lembah bakda meletus, bukan? Kebahagiaan takkan sirna ketika berbagi, bukan?

* * *
Beruntunglah orang-orang yang akan menikah bakda lebaran!

Mungkin lebih tepatnya kukatakan, beruntunglah orang-orang yang akan menikah bakda Ramadhan! Mereka akan menikah setelah melalui satu bulan penuh cabaran. Memaknai waktu sebagai lembaran obituari.Mereka harus belajar mengingati diri. Bahwa hidup akan bermuara pada pilihan yang dimaklumatkan jauh-jauh hari. Jannah atau jahim. Surga atau neraka. Mereka mengunjungi rumah-rumah mungil yang ditandai papan atau batu kembar. Di sana, di peraduan anggota keluarga mereka (atau juga teman dekat mereka) yang telah menyatu dengan tanah, dengan semua peritabiat yang sedikit-banyak diketahui, mereka akan mengira-ngira; ketika Munkar-Nakir menanyainya tentang Tuhan, rasul, agama, kitab suci, kitab suci, apakah ia kuasa menjawabnya, atau justru gada-bara akan menghantam kepalanya! Maka, rumahtangga adalah titi untuk menggapai impian hakiki itu. Salah-salah melewatinya, akan terjerengkang di sungai api.

Ah, lupakanlah itu! Mereka memejamkan mata sejenak. Salah satu dari mereka pun melafalkan serentetan kata keramat yang telah dihafal mati-matian sebelum ketib, penghulu hadir di hadapan mereka berdua. Oh, bukankah sebuah kebahagiaan tak terkias ketika mendapati iman telah genap (hanya) dari sebuah pernikahan yang akan menunaskan keberkahan demi keberkahan dalam istana yang bernama keluarga? “Bagaimana saksi-saksi?” “Sah?” “Sah!”

* * * 

Beruntunglah orang-orang yang akan menikah bakda lebaran! Mungkin lebih tepatnya kukatakan, beruntunglah orang-orang yang akan menikah bakda Ramadhan! Mereka akan menikah setelah melalui satu bulan penuh cabaran. Memperlakukan waktu sebagai amalan.

Mereka harus belajar tak membuang waktu percuma di malam punai. Memaknai bahwa rumahtangga sejatinya tentang kecakapan mengolah kemesraan. Mereka bertarawih di malam-malam yang senantiasa penuh berkah. Beribadah bersama-sama. Menikmati semuanya. Sebagaimana mereka mesti meyakini, mereka adalah pasangan yang akan bersama dalam waktu yang lama, sangat lama, selama-lamanya. Maka, bila merasa jenuh mengunjungi masjid kampung, mereka bersafari ke rumah Tuhan-rumah Tuhan yang lain di kampung tetangga. 

Bila mereka merasa bosan dengan kebersamaan yang berlaku selama ini, maka pergilah mereka ke tempat-tempat yang indah. Tempat-tempat di mana berbotol-botol air cinta siap dibawa pulang. Sesampai di rumah, mereka siram pohon-pohon kemesraan yang hampir layu dan mati.Mereka pun menunggu sembari selalu menyiraminya. Berdua saja. Sambil tersenyum dan bercubit-cubitan mesra. Sampai akhirnya pohon-pohon itu berbuah. Biji-bijinya jatuh satu per satu. Bertunas-tunas. Tanpa mereka sadari ada yang berbeda setelah sekian lama:

“Ah, anak-anak kita sudah besar, ya!” ***


* Lubuklinggau, di ujung Juli 2010

5 Ciri Kecantikan Pribadi Muslimah

Setiap wanita senantiasa mendambakan kecantikan fisik. Tetapi ingat, kecantikan dari dalam yang lebih dikenal dengan istilah inner beauty adalah hal yang lebih penting daripada kecantikan fisik. Karena apa gunanya seorang muslimah cantik fisik tetapi tidak memiliki akhlak terpuji. Maka dari itu kecantikan dari dalam memang lebih diutamakan untuk menjaga citra diri seorang muslimah.

Menjaga kecantikan dari dalam berarti menjaga etika dan budi pekerti baik, serta menggunakan anggota tubuh untuk hal-hal yang baik berdasarkan sudut pandang syariat Islam. Berikut ciri kecantikan pribadi muslimah :

Artikel_5 Ciri Kecantikan Pribadi Muslimah 

1. Lisan
Allah dengan tegas menyatakan bahwa antara ciri hamba-Nya yang baik adalah mereka yang baik ucapannya. Seperti yang tercantum dalam surat Al-Furqan ayat 63, yang artinya “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang- orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan.”

Termasuk dalam hal ini adalah menjauhi perbuatan ghibah (membicarakan keburukan orang lain). Maka hendaknya para muslimah memperhatikan apa-apa yang diucapkan. Bila setiap wanita muslim mampu menjaga lisan dari mengganggu atau menyakiti orang lain, insya Allah mereka akan menjadi seorang muslimah sejati. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim bahwa Rasulullah ShallAllahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Seorang muslim sejati adalah bila kaum muslimin merasa selamat dari gangguan lisan dan tangannya.”

2. Mata
Demikian pula dengan anggota tubuh lainnya seperti mata. Untuk menjadikan sepasang mata yang indah, maka pandanglah kebaikan-kebaikan dari orang-orang, jangan mencari-cari keburukan mereka. Allah berfirman mengenai hal ini disurat al-Hujurat ayat 12, artinya “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.”

Hal terpenting lainnya adalah, pergunakan mata untuk hal-hal yang diridhai Allah dan Rasul-Nya. Hal ini berarti tidak menggunakan mata untuk bermaksiat. Pandangan mata adalah mata air kemuliaan, bukan menjadikannya duta nafsu syahwat sesaat.

3. Telinga
Lalu peliharalah telinga dari mendengarkan musik yang melemahkan jiwa, gosip, kata-kata keji dan sesat, atau menyebutkan kesalahan-kesalahan orang. Telinga diciptakan untuk mendengarkan Kalam Allah dan instruksi-instruksi Rasulullah. Sepasang telinga yang indah dan baik adalah yang bisa mengambil manfaat ilmu-ilmu keislaman.

4. Tangan
Selanjutnya tangan, tangan yang baik adalah tangan yang diulurkan untuk membantu dan menolong sesama muslim, serta bersedekah dan berzakat. Kita diberi dua tangan; satu untuk membantu kita dan satu lagi untuk membantu orang lain. 

Maka, jaga baik-baik kedua tangan, jangan dipergunakan untuk memukul orang lain, jangan dipakai untuk mengambil barang haram ataupun mencuri, jangan dipergunakan untuk menyakiti makhluk ciptaan Allah, atau untuk mengkhianati titipan atau amanah. Atau pun untuk menulis kata-kata yang tidak diperbolehkan.

5. Kaki
Kemudian kedua kaki yang indah adalah yang dipergunakan untuk mendatangkan keridhaan Allah. Jagalah kedua kaki untuk tidak berjalan menuju tempat-tempat yang diharamkan. Karena hal itu adalah kemaksiatan yang besar dan sama saja dengan merendahkan diri muslimah. 

Lalu jangan sekali-kali mempergunakan kaki untuk menyakiti saudara-saudari muslimah, pergunakanlah untuk berbakti kepada Allah, misalnya dengan mendatangi masjid, tempat-tempat pengajian, berjalan untuk menuntut ilmu agama serta menyambung tali silaturahim, atau melangkahkannya untuk berjihad di jalan-Nya.

Demikian pula dengan segenap anggota tubuh lainnya. Semua akan nampak indah serta mempesona apabila dipergunakan dalam rel ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kecantikan fisik seorang muslimah bahkan sangat dipengaruhi kecantikan batin. Untuk mendapatkan tubuh yang ramping, maka cobalah untuk berbagi makanan dengan orang-orang fakir-miskin.

Maka jadikan malu karena Allah sebagai perona pipinya. Zikir yang senantiasa membasahi bibir adalah lipstiknya. Kacamatanya adalah penglihatan yang terhindar dari maksiat. Air wudhu adalah bedaknya untuk cahaya di akhirat. Kaki indahnya selalu menghadiri majelis ilmu. Tangannya selalu berbuat baik kepada sesama. Pendengaran yang ma’ruf adalah anting muslimah. Gelangnya adalah tawadhu. Kalungnya adalah kesucian, dan seluruhnya dibalut oleh hijab sebagai perisai bagi kehormatanya.

SFJ
Source: kultum.net 

Sepucuk Surat Kecil untuk Muslimah


Muslimah, pernahkah kamu merasakan kesedihan yang teramat dalam? Sehingga rasanya seperti tak punya harapan lagi. Lalu bagaimana rasanya ditinggal oleh orang yang kita sayangi? Mungkin saking sedihnya kita bisa meratap dan berdiam diri berhari-hari.

Tapi seiring berjalannya waktu, kita tidak bisa stuck dengan kondisi tersebut. Pikiran kita akan tumbuh, perasaan pun akan berubah. Jika demikian halnya, maka mengapa kita biarkan diri tenggelam dalam kesedihan, sedangkan pada akhirnya itu semua akan menjadi masa lalu? Tersenyumlah Muslimah, karena ada sepucuk surat kecil untukmu yang akan membuatmu berfikir lebih positif. Mari kita renungkan baik-baik….

Jikalah derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Maka mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa
Sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nanti
Jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Maka mengapa tidak dinikmati saja
Sedang ratap tangis tak akan mengubah apa-apa

Jika luka kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Maka mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa
Sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama
Jika benci dan marah akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Maka mengapa mesti diumbar sepuas rasa
Sedang menahan diri adalah lebih berpahala

Jikalah kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Maka mengapa mesti tenggelam di dalamnya
Sedang taubat itu lebih utama
Jika harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Maka mengapa mesti ingin dikukuhi sendiri
Sedang kedermawanan justru akan melipatgandakannya

Jikalah kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Maka mengapa mesti membusung dada
Sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia
Jikalah cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Maka megapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama
Sedang memberi akan lebih banyak memiliki arti

Jikalah bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Maka mengapa mesti dirasakan sendiri
Sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna
Jikalah hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Maka mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka
Sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta

Yakinlah Muslimah, ketika waktu terus berjalan dan semua itu telah berlalu, kita akan melihat dengan pandangan berbeda. Bisa jadi, kesedihan yang dirasakan saat itu ternyata tidak semenyedihkan yang kita kira. Dan mungkin saja kita akan menyadari kemarahan dan kebencian saat itu tidaklah beralasan. Atau barangkali kesalahan yang pernah dilakukan akan membuat kita lebih menghayati kebenaran. Tersenyumlah, karena semua yang kita rasakan hari ini, akan menjadi menjadi masa lalu pada akhirnya.

SFJ
source: Catatan Seorang Ukhti

Tulisan ini dimuat di http://media.zoya.co.id/inspirasi/sepucuk-surat-kecil-untuk-muslimah 

Aisyah, Sosok Teladan Muslimah Dunia

Apabila ada sebuah permasalahan yang tidak diketahui di zaman sahabat, maka kami bertanya kepada Aisyah, dan kami memperoleh ilmu dari beliau”. (Al-Hadits)
***
Ummahatul Mukminin, Aisyah r.a. Siapa yang tidak mengenal beliau? Beliau adalah istri kesayangan Rasulullah Saw. Satu hal yang membuatnya menjadi kecintaan Rasulullah Saw adalah kecerdasan dan keluasan wawasannya. 

Seperti apakah kecerdasan beliau yang pada akhirnya menjadikannya sebagai rujukan berbagai cabang ilmu? Berikut kisah ringkas Aisyah r.a. dan kecerdasan intelektual yang patut diteladani oleh kita sebagai seorang muslimah.

Aisyah lahir pada bulan Syawal tahun ke-9 sebelum hijrah atau bulan Juli 614 M. Kecerdasan Aisyah sendiri sudah terlihat sejak kecil, diantaranya:
  1. Mampu mengingat dengan baik apa yang terjadi pada masa kecilnya, termasuk hadist-hadist yang didengarnya dari Rasulullah Saw;
  2. Mampu memahami, meriwayatkan, menarik kesimpulan serta memberikan penjelasan detail hukum fiqih yang terkandung di dalam hadist;
  3. Sering menjelaskan hikmah-hikmah dari peristiwa yang dialaminya pada masa kecil;
  4. Mampu mengingat dan memahami rahasia-rahasia hijrah secara terperinci hingga bagian-bagian terkecilnya.
Aisyah r.a ditinggal wafat oleh Rasulullah saw ketika berusia 18 tahun. Bagi kita apa yang dapat dilakukan oleh seorang gadis berusia 18 tahun? Tapi beliau telah menguasai berbagai masalah agama sedemikian luas. Bahkan dikatakan bahwa segala sabda dan perbuatan Rasulullah saw dapat diingatnya tanpa batas.

Hal lain yang sangat mengagumkan, di kalangan para perawi hadits Aisyah r.a menempati posisi ke 4 dalam jumlah hadits yang diriwayatkan, yaitu sebanyak 2210 hadits. Jumlah tersebut mengalahkan jumlah hadits yang diriwayatkan sahabat lain yang usianya jauh lebih tua dari beliau.

Dalam meningkatkan tarap keilmuan umat Islam, Aisyah secara nyata mengabdikan dirinya dengan mendirikan sebuah madrasah (sekolah). Madrasah Aisyah adalah madrasah ilmu yang paling diminati setelah wafatnya Rasulullah. Ia mendidik secara langsung setiap orang yang meminta pengajaran darinya tanpa pandang bulu. Orang-orang yang meminta fatwa hukum dan menanyakan berbagai persoalan, Aisyah menyimaknya dengan saksama lalu memberikan jawaban yang sebaik-baiknya yang ia ketahui.

Dari madrasah yang diasuh oleh Aisyah itu, lahir banyak ulama terutama dari kalangan tabi’in. Terdapat banyak bukti dalam literatur Islam yang menunjukkan hal itu. Bahkan Qosim, salah satu ahli fiqih terkemuka di Madinah berkata, “Aisyah memberikan fatwa secara independent pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, Utsman, dan seterusnya hingga akhir hayatnya. Jadi, meskipun Aisyah adalah seorang wanita, tapi kapasitas keilmuannya tidak kalah dari sahabat rasul yang pria.”

Berdasarkan sudut pandang agama, syariat, akhlak, kemuliaan, dan kesucian, Aisyah tidak bisa dibandingkan dengan perempuan terkenal mana pun pada masa kini dan masa-masa sebelumnya.

Itulah Aisyah, sosok dengan sifat-sifat paripurna yang telah menghadirkan teladan ideal bagi ratusan juta kaum perempuan di dunia. Semoga kita dapat berkaca, serta terus berusaha untuk meneladani kecerdasan serta kemuliaannya. Aamiin ya Rabbal Alamiin.
Aisyah..you're so inspiring for Muslimah :)

Source: Aisyah, the True Beauty

Ibu, Panggilan Baruku

Menjadi ibu merupakan impian setiap wanita, saya rasa. Dan impian itu telah saya raih untuk sementara. Mengapa saya katakan sementara? Hmm.. ya, se-sementara saya mengasuh mereka. Dua jam saja. Dari jam delapan hingga sepuluh pagi setiap harinya. Dua jam yang sangat saya nikmati ketika menjadi ibu bagi bagi anak-anak saya (tepatnya murid) di sekolah.

Mungkin kedengarannya biasa saja. Tapi tidak demikian bagi saya. Dan mungkin juga hal ini dirasakan oleh rekan-rekan pengajar PAUD (dan semacamnya) seperti saya.

Kurang dari sebulan saya menggeluti aktivitas itu. Maka sebagaimana saya meyakini bahwa pengalaman baru membawa pelajaran baru, saya merasa betapa siswa-siswa empat tahunan itu mengajari saya berbagai hal: Kesabaran, keikhlasan, persahabatan, keuletan, serta pemahaman tentang tumbuh kembang dan karakteristik anak pada umumnya, dan perbedaan karakter satu anak dengan anak yang lainnya sehingga menuntut saya untuk pandai menyikapi keunikan-keunikan tersebut.

Sebelum menceritakan “anak-anak saya” satu persatu, terlebih dahulu saya ingin mendeskripsikan kondisi sekolah yang baru berdiri satu tahun di kampung saya itu.

Jangan bayangkan PAUD tempat saya “belajar” adalah sebuah sekolah atau kelompok bermain yang megah dan luas dengan fasilitas lengkap yang menunjang perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Tidak! Sungguh jauh panggang dari api. Bagi saya, dengan adanya warga di kampug kami yang tergerak untuk mendirikannya saja, sudah Alhamdulillah.

Kesannya kampung banget? Tidak mengutamakan pendidikan?

Ya. Saya tidak dapat memungkiri persepsi itu. Jelas saja, tidak akan ada semangat belajar yang tinggi jika tujuan dari sekolah adalah hanya untuk mendapatkan selembar ijazah sebagai bekal menjadi karyawan pabrik. Ilmu apakah yang diperlukan untuk manjadi seorang karyawan pabrik? Jika jawabannya adalah hanya “baca tulis”, maka memang itulah target yang ingin dicapai dari sekolah SD sampai SMA.

Sejak saya masih duduk di bangku TK, di kampung saya, anak yang juga mengenyam pendidikan TK hanya satu dua. Dan keadaan itu terus berlanjut sampai saya menginjak bangku sekolah menengah. Masih banyak orang tua yang berpikiran bahwa tidak banyak yang bisa didapatkan dengan mendaftarkan anak-anaknya ke TK. Maka ketika saat ini saya melihat ada warga yang terketuk hatinya untuk mengunjungui departemen pendidikan dan mengutarakan maksudnya untuk mendirikan PAUD di kampung kami, saya merasakan seberkas cahaya mulai menerangi kampung kami (deu.. lebay!). setidaknya meski baru PAUD saja, anak-anak kini memiliki tempat untuk bermain sambil belajar dengan adanya bimbingan dari seorang guru.

Dan di PAUD inilah saya mengisi liburan panjang saya: PAUD Nurunnisa.

Pertama kali mengunjunginya, pertanyaan pertama yang terlontar dalam benak saya adalah, apa anak-anak merasa nyaman belajar di ruangan berukuran 2x2 meter seperti ini?

“Jumlah muridnya baerapa, bu?” tanya saya pada Bu Nur. Satu-satunya pengajar di sana.
“Sebelas. “
Aku membayangkan sebelas anak yang mungkin kesulitan bergerak bebas dalam luas ruangan yang terbatas.

“Tahun lalu sampai dua puluh tiga, tapi sepertinya para orang tua kurang percaya bahwa sekolah ini bisa membimbing anak-anaknya dengan baik karena sampai sekarang gurunya tak juga bertambah.” Lanjutnya.

Aku hanya tersentum. Kemudian menebak-nebak alasan lain yang mungkin jadi penyebab lain berkurangnya jumlah siswa dibandingkan dengan tahun lalu.

Wajar sebanarnya jika siswanya masih sedikit, sekolah ini baru berdiri satu tahun. Tapi meski baru, publikasi bisa disiasati tentu. Membuat spanduk misalnya. Cukup satu spanduk di depan sekolah, tidak perlu memasang benner di jalan-jalan atau iklan melalui media massa. Mengingat kapasitas PAUD Nurunnisa yang memang masih terbatas. Terbatas dari segi fasilitas, manajemen, juga pengajar. Ya, satu spanduk untuk mengundang calon siswa dari tetangga-tetangga dekat yang sudah memasuki usia TK.

Ruangan sempit yang tidak berwarna itu, dengan cukup kreatif  diakali Bu Nur. Banyak pernak pernik dari karton spot light membentuk gambar buah-buahan yang disesuaikan dengan warna aslinya. Mainan ape dalam seperti balok, puzzle dan bola-bola plastik sudah ada. Ape luar juga meski tidak lengkap, tapi cukup membuat anak-anak girang bergiliran naik perosotan atau ayunan.

O tidak, tidak semua anak. Ada beberapa anak yang terlihat tidak mau bermain dengan teman-temannya. Entah karena masih malu-malu, atau memang tidak berminat. Salah satunya Tiara, gadis kecil empat tahunan dengan kulit hitam manis ini tidak akan berkata apa-apa kalau tidak ada yang bertanya. Jawaban yang ia lontarkan ketika saya cerewet bertanya pun, terbatas hanya pada anggukan atau gelengan kepala saja.  Ketika awal pembelajaran, setelah membaca doa belajar dan bernyanyi, setiap saya bertanya,

“ Mau belajar atau bermain?’

Rata-rata anak menjawab ingin bermain. Tiara hanya diam. Lalu saya menghampirinya dan betanya khususon padanya sambil menawarkan sebuah puzzle,
“Tiara mau main ini? liat, ini kalo dipasang bisa membantuk gambar mobil lho. Mau?”
Dia menggeleng.
“Atau mau belajar?”
Aha, Tiara mengangguk!

Anak-anak memang unik. Tiara memang belum optimal perkembangan sosialnya, dia juga terlihat kurang lincah dan ceria. Tapi ketika disodorkan pada persoalan intelektual, dia akan gesit menyelesaikannya. Dalam usia empat tahun Tiara sudah bisa menulis alfabet dengan rapi, cepat dan tanpa mengeluh.

Berbeda dengan Tiara, Daffa trelihat sebaliknya. Anak yang setiap 1 menit 1x memanggilku ini lebih senang bermain sambil belajar. Kesukannya menyusun fuzzle. Fuzzle menurutku bukan sekedar permainan. Bentunya memang mainan, tapi mainan ini bisa merangsang aspek kognitif anak.

Teringat sebuah seminar yang saya ikuti tentang jujur dalam pendidikan, salah satu hal yang harus diperhatikan dalam membangun kejujuran dalam semua aspek pendidikan adalah jujur dalam kurikulum. Di sini saya menangkap bahwa kurikulum hendaknya tidak memaksakan siswa untuk mempelajari dan harus pandai dalam suatu materi pelajaran yang diajarkan. Setiap anak memiliki bakat yang berbeda-beda. Biarlah mereka menjadi ahli dalam bidang  yang mereka minati dan kuasai. Jangan paksakan burung untuk pandai berenang. Jangan paksakan seorang seniman untuk menjadi dokter.

Masih tentang Daffa, hmm… kayaknya kalo udah gede anak ini bakalan ganteng nih, (hehe.. ibu gurunya genit!). daffa selalu enggan diajak belajar mengenal alphabet, angka, buah-buahan, menulis, menggambar, mewarnai, ataupun bernyanyi. Duh, sempat terpikir juga, Daffa ini sukanya apa toh? Ini nggak mau itu nggak mau! Satu hal yang paling Daffa suka adalah bermain: menyusun fuzzle, lari keluar untuk main perosotan, atau mengajak main mobil-mobilan pada teman-temannya yang tengah menggambar. Ya Allah... cepat kuputar otakku untuk mencari jalan keluar menghadapi anak yang satu ini. Guru yang baik tidak akan men-judge siswanya nakal, bodoh, malas, atau predikat negative lainnya. Dalam setiap kasus pastilah ada penyebabnya yang mungkin berasal dari pengalaman masa kecil, lingkungan atau keluarga. Jadilah saya mengkomunikasikan perihal gaya belajar daffa pada orang tuanya.

“Daffa sudah hafal bentuk-bentuk alphabet dan angka-angka. Di rumah, ayahnya yang mengajarinya” Kata Ibu Daffa. Jawaban yang sama sekali tidak kusangka. Maka kesimpulan baru yang kudapat adalah tidak selamanya anak enggan belajar karena ia malas, bisa saja karena ia sudah jenuh dengan materi pelajaran yang sudah ia kuasai. Di rumah, Daffa sudah rajin balajar. Di sekolah, ketika ia menemukan mainan yang tidak ia dapatkan di rumah, ia begitu ingin mengeksplorasinya. Pendidikan tidak terbatas dalam arti pengajaran aspek intelektual. Dengan bermain, berlari, anak berarti mengembangkan aspek motoriknya, juga mengembangkan aspek psikososial dengan belajar bergaul dengan teman sebayanya.

Khawatir tulisan saya kepanjangan (dan berhubung sudah ngantuk juga, hehe), saya akhiri dulu saja cerita saya. Yang terpenting adalah ketika saya mengungkap apa yang saya fahami dari suatu fenomena (beuraat..!) saya tidak berhenti hanya dengan memahaminya saja. Harus ada follow up yang menambah kebermaknaan pengetahuan kita. Sampai saat ini, yang mampu saya lakukan adalah dengan menyisipkan pelajaran lewat permainan fuzzle pada anak yang suka fuzzle, menerapkan sikap kerja sama dan saling menghargai dalam permainan ayunan dan perosotan, mengajarkan keindahan lewat gambar dan warna pada anak yang suka menggambar dan mewarnai, dan lain sebagainya. Karena Allahpun mengajarkan sains, kerja sama, menghargai, juga keindahan.

Innama al-ilmu bi at-ta’allumi.

Semoga Allah selalu memberi kita kesempatan untuk membuktikan pada-Nya, bahwa kelak, kita akan mampu mengemban amanah-Nya, menggemakan asma-Nya di muka bumi melalui keturunan-keturunan kita. Aamiin!





Memory of Ramadhan
September 2011

Karaktermu = Shalatmu

Seperti halnya malam dengan gelapnya ataupun siang dengan terangnya, setiap individu memiliki karakteristik masing-masing. Ada yang ‘terang’ dan ada yang ‘gelap’.
Pada dasarnya, hal ini disebabkan manusia berada pada posisi pertengahan, yaitu antara baik dan buruk. Meskipun manusia dinobatkan sebagai makhluk yang sempurna, namun tidak setiap manusia memiliki karakter yang sempurna pula, dalam artian bercitra baik di hadapan sesama manusia maupun dihadapan Allah SWT. Karena selain berpotensi untuk berbuat baik, setiap individu juga memiliki kecenderungan untuk memperbuat sesuatu yang tidak baik atau mengikuti hawa nafsunya yang kemudian berpaling dari ajaran Islam.


Ketika seorang muslim mengikuti hawa nafsunya tersebut, maka identitasnya sebagai umat Islam akan sulit dikenali. Padahal Rsulullah SAW telah mencontohkan perilaku muslim yang seharusnya, baik dalam perkataan, perbuatan, pemikiran dan lain sebagainya untuk dijadikan teladan bagi seluruh umatnya. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik…” (QS Al- Ahzab: 21)

Setiap umat Islam harus menyadari sepenuhnya bimbingan Allah melalui sunnah Rasulullah agar selalu ingat dan berintrospeksi terhadap apa yang telah diperbuatnya. Dengan demikian kita dapat mengukur sejauh mana kita meneladani Rasulullah.
Seorang muslim berkewajiban memperbaiki dirinya sebelum bertindak lebih jauh karena seorang muslim seharusnya memiliki akhlaqul karimah dan berusaha membentuk dirinya sebagai umat Islam yang berbudi luhur.

Untuk mencapai semua itu kita harus memulainya dari saat ini, karena karakteristik pribadi muslim dapat dibentuk dari perilaku atau kegiatan sehari-harinya. Sebagai contoh, jika seorang muslim rajin beribadah, maka dari setiap waktu yang dilaluinya ia akan selalu teringat kepada Allah. Dengan itu, ketika ia berpikir untuk mencoba melakukan sesuatu yang dilarang agama, maka hati kecilnya akan membantahnya , karena sedah terkait denga ajaran Islam.

Lain lagi dengan seseorang yang perilaku atau kegiatan sehari-harinya jauh dari mengingat Allah, maka tatkala ia bermaksud untuk melakukan sesuatu yan dilarang agama-pun, hati kecilnya tidak akan membantah karena mungkin baginya hal itu bukanlah perbuatan yang salah.

Faktor rutinitas ibadah pertama yang paling berpengaruh terhadap pembentikan pribadi muslim adalah shalat. Dalam tingkatan rukun Islam, shalat menduduki posisi kedua setelah syahadat. Hal ini menggabarkan bahwa shalat merupakan bagian yang penting dalam bangunan Islam. Dalam sebuah hadits ditegaskan bahwa shalat merupakan tiangnya agama. Selayaknya fungsi tiang, shalat merupakan factor yang sangat menentukan tegak atau robohnya bangunan Islam tersebut dalam diri seorang muslim.

Dengan kata lain, shalat menjadi tolak ukur terhadap kuat atau lemahnya aspek religi dalam diri seorang hamba. Seseorang yang sudah mampu mendirikan rukun Islam yang kedua ini dengan sempurna, maka dapat dipastikan dirinya menjadi seorang muslim yang memiliki akhlaqul karimah, karena niscaya shalatnya dapat membentengi terhadap perbuatan keji dan munkar. Allah SWT berfirman:
“…dan dirikanlah shalat karena sesungguhnya shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar…” (QS Al- Ankabut: 45)

Diantara ibadah-ibadah yang diwajibkan kepada umat Islam, shalat memiliki kedudukan tersendiri. Hal ini bisa kita lihat karena ibadah-ibadah wajib lain, seperti shaum, zakat dan haji hanya dilakukan sekali dalam setahun, sedangkan shalat merupakan ibadah yang dilakukan secara kontinyu (terus-menerus). Hal ini semata-mata bukan hanya rutinitas atau label agama saja, akan tetapi dibalik semua itu tersimpan makna serta keistimewaan-keistimewaan yang diantaranya sebagai pembentuk karakter atau budi pekerti.

Tercatat dalam sejarah, bahwa shalat adalah ibadah yang pertama diwajibkan oeh Allah. Selain itu, berbeda dengan ibadah lain yang disampaikan kepada Rasulullah dengan perantara wahyu, shalat disampaikan secara langsung ketika Rasul menjalani peristiwa Isra Mi’raj.

Identitas seorang muslim tidak terlepas dari ibadah shalat, karena shalat merupakan factor yang membedakan antara pribadi muslim dengan kafir. Orang muslim yang Islamnya benar, pasti melakukan ibadah shalat dengan kesungguhan dan kekhusyukan seraya berjamaah. Sedangkan mereka yang Islamnya hanya pengakuan saja, shalat hanya sekedar lambang atau keinginan untuk mendapatkan pengakuan.
Rasulullah SAW bersabda:
“Amalan yang pertama kali dihisab dari seseorang di akhirat nanti ialah shalatnya, jika shalatnya diterima, maka akan diterima pulalah amalan-amalannya yang lain, tetapi jika shalatnya ditolak, maka akan ditolak pula amalan-amalan yang yang lainnya.” (HR Thabrani)

Dari hadits di atas dapat difahami bahwa shalat dalah kunci diterima atau tidaknya amal seseorang. Maka jelaslah, bahwa shalat memiliki peranan besar bagi kehidupan manusia khususnya dalam pembentukan pribadi muslim. Teori ini kiranya perlu direalisasikan oleh semua umat muslim, dimulai dari didirikannya shalat dengan sempurna sehingga berpengaruh terhadap pembentukkan karakternya.