Show don't/and Tell

2:04 AM Unknown 0 Comments


Hal yang menarik dari hubungan kita adalah adanya diskusi yang tidak hanya menyangkut masalah logika, tapi juga mengenai perasaan. Tentu bukan beralay-alay atau bermelankolis ria. Tapi bagiku ini cukup menjadi perhitungan seberapa rasional perasaan yang kupunya untukmu. Meskipun sebenarnya tak berhaklah kita mengukur masalah hati dengan menggunakan logika.
Pernah suatu hari kukatakan,
“Peraturan mencintai itu seperti peraturan dalam menulis fiksi.” Kataku, maklum kita sama-sama menggeluti bidang sastra.
Show, DON’T tell.” Lanjutku.
“Hei, show AND tell.” Katamu langsung menangkis argumenku.
Ya ya ya, show and tell sesering, sebanyak dan setulus mungkin, hanya pada mahramnya. Aku bergumam. Lantas bahasa tubuhku hanya tersenyum, entah kau dapat membaca pikiranku atau tidak. Tapi berakhirnya percakapan kita mengenai ini kurasa karena kita telah sama-sama menemukan kesimpulannya. Tanpa harus didiskusikan kembali.
Sekarang aku bertanya terang-terangan padamu, kau setuju dengan pendapat terakhirku, bukan?

0 comments:

Brankas Rumah Kita

6:15 PM Unknown 0 Comments

Kau mengajariku menyimpan cerita. Meminta mulut, mata, dan bahasa tubuh apapun untuk bungkam. Tak semua kisah bisa kubagikan, katamu. Meski karenanya aku merasa semakin jauh dengan sahabat-sahabatku.
“Berceritalah padaku. Dengan senang hati aku menyimakmu.”
Aku tersenyum. Rupanya kau ingin menjadi sahabatku.
“Ceritakan bahagiamu pada mereka. Dan sedihmu padaku saja.”
Aku tak mampu berkata-kata. Tak tahu benar maksud pintamu. Yang kutahu, aku memang perlu belajar. Semua tentang kita baiknya hanya kita yang simpan.
Kelak ini bernama rahasia keluarga. Kusimpan baik-baik dalam brankas rumah kita. Hanya aku dan kamu pemegang kuncinya.

0 comments: