Pria Asingku

1:51 AM Unknown 6 Comments

Beri aku sedikit celah untuk mengintip kehidupanmu. Apa hanya satu hari itu saja dari  -mungkin- berpuluh tahun kehidupanku aku memiliki kesempatan untuk itu?
Tidak ada yang menarik darimu. Terlebih dari berbagai sudut yang selama ini jadi pertimbangan utamaku atas gendermu: spiritual, intelegensi dan karakterisitik yang membedakan mereka dengan yang lain.
Aku hanya mengenalmu sebagai pria penggerutu. Yang memilih kursi paling belakang di acara itu. Acaramu sendiri.

Tak nampak kecerdasanmu. Tapi kau begitu percaya diri. Kau maju ke depan podium sekedar untuk membantu temanmu mengoperasikan komputer. Lalu kau duduk disana, tanpa banyak bicara. Saat itu, dalam hati aku tersenyum.
Kau menarik. Aku mulai menyimpulkan itu pada hari sebelumnya. Pada hari pertama pertemuan kita. Pada hari dimana aku melihatmu banyak bicara. Padaku. Tentang daerahku, tentang daerahmu. Dan itu membuatku ingin terus mendengarmu bicara. Hingga aku tahu semua. Maka ketika segala sisi burukmu  telah begitu nampak, aku akan merasa yakin bahwa aku tak pantas menyimpan harapan apa-apa atasmu. Pun aku akan meyakinkan hatiku bahwa kamu begitu jauh. Jauh… hingga jarak telah berhasil membuatku percaya bahwa tak akan pernah ada lagi pertemuan antara kita. Selamanya.
Satu hari itu, waktu kita bertemu, kini tengah menjadi salah satu sejarah yang kan terukir abadi dalam buku harianku. Dan itu berarti, kamu telah menjadi bagian dalam sejarah hidupku.
Pria asingku.


Mei 2010.
Dari penuturan seorang teman

6 comments:

Saya Ingin Cepat Lulus! Kamu?

9:15 PM Unknown 2 Comments


Hari terlalu gelap saat itu untuk seorang gadis pulang dengan menjajaki satu angkutan umum ke angkutan umum lainnya. Sebenarnya ini bukan kali pertama si gadis pulang larut sendiri menempuh lama perjalanan sekitar 3 jam (kalau macet). Tapi dibarengi hujan lebat yang mengguyur tanpa henti, sehingga langit senja yang terlihat lebih gelap dari biasanya, membuat si gadis yang tiada lain adalah saya sendiri, merasa ngeri.
Pukul  7 sore (atau malam) saya baru sampai di terminal leuwi panjang. Untuk meminimalisir rasa takut yang bisa saya lakukan hanyalah berjalan dengan lebih cepat. Yap! secepat laju detak jantung melihat lalu lalang orang yang mewarnai ramainya terminal serta ketidakramahan yang melengkapinya.
Alhamdulillah angkutan umum jurusan garut saat itu tidak terlalu sulit saya dapatkan, sampai akhirnya saya duduk di samping pak kusir, eh pak sopir. Senyuman pak sopir tatkala saya masuk sedikitnya menurunkan frekwensi ketegangan saya. Setidaknya senyuman yang nampaknya tulus itu meyakinkan saya bahwa si pak sopir bukan orang jahat (hoh.hoh lebaynya kumat).
Berawal dari basa-basi “dari mana-mau kemana”, mengalirlah cerita dari mulut pak sopir sambil mngemudikan elf-nya. Cerita tentang sulitnya mendapatkan penumpang, tentang orang-orang berniat buruk yang biasanya memakai kaca mata hitam sehingga menghimbau saya untuk lebih hati-hati, tentang kecemasannya pada saya yang pulang sendirian larut malam, sampai tentang anak perempuannya yang telah dewasa dan kini berprofesi sebagai dokter. Bayangkan, dokter!
“Neng kenapa gak ngambil jurusan kedokteran aja? Kan nanti gajinya besar” katanya, tapi dengan bahasa sunda.
“Ya… gajinya besar karena memang sesuai  dengan biaya studinya, pak” jawab saya. Juga dengan bahasa sunda, sambil sesekali tersenyum.
“Selain itu saya memang lebih tertarik untuk menjadi pendidik.” Lanjut saya.
“Iya, biayanya besar neng. Sampai-sampai sawah bapak habis dijual semua.”
Pernyataan itu menarik perhatian saya. Pernyataan itu sudah sering saya dengar dari para orang tua yang menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi, bahkan tak jarang juga saya mendengarnya dari orang tua yang menyekolahkan anaknya sampai sekolah menengah saja tapi sama harus menggadaikan atau menjual ini-itu untuk menutupi uang SPP, buku, ongkos, serta bekalnya.
Dan supir yang kini duduk di samping saya adalah seorang bapak yang harus bekerja membanting tulang sehari 24 jam untuk membiayai anaknya yang kuliah kedokteran, harus mengorbankan seluruh tenaga, harta benda, pikiran, bahkan mungkin nyawa. Untuk putra tercinta.
Begitu lancarnya cerita itu mengalir. Cerita yang mengisahkan beratnya perjuangan orang tua, pusingnya jika hampir tiba tempo untuk membayar SPP, bingungnya mendengar keluhan anak tentang buku-buku yang harus dibeli, praktikum ini, praktikum itu, sampai pada uang bulanan yang seringkali telah habis dalam waktu 2 minggu.  
Gurat-gurat itu begitu terlihat, teman. Gurat-gurat kelelahan, tulang pipi yang mononjol keluar, tubuh yang kurus, kulit yang kering… ah, seketika air mata saya hampir menetes. Di benak saya hanya ada satu nama: bapak.
Bapak memang tidak pernah menampakkan kelelahannya di depan saya. Mungkin begitu juga dengan orang tua kalian. Tapi tahukah kita apa sebenarnya tengah mereka pikirkan? Apa yang mereka lakukan di belakang kita? Malu rasanya jika sudah sebesar ini masih harus jadi beban untuk mereka.
Mending jika segala pengorbanan mereka dapat tergantikan dengan senyum karena melihat kesungguhan kita menimba ilmu. Jika setiap kerja keras mereka dapat tergantikan dengan rasa bangga melihat kita menjelma menjadi seseorang yang “hebat”.
Sudahkan kita seperti itu?
Lamunan saya terbuyarkan oleh cerita si pak sopir yang kembali mengalir lagi. Diceritakannya kisah itu dengan ekspresi yang menarik bagi saya. Karena tahukah kamu, pak sopir tidaklah menceritakannya dengan wajah yang muram. Tapi sebaliknya, dari awal bercerita pak sopir selalu melengkungkan bibirnya. Senyum tanda bahagia nan bangga pada putranya. Sungguh, tidaklah sia-sia perjuangannya karena kini putranya telah menjadi apa yang ia cita-citakan.
Subhanallah, Walhamdulilah..
Tidakkah kita ingin segera mengubah gurat-gurat kelelahan pada orang tua kita menjadi senyuman tanda bahagia atau linangan air mata tanda bangga?
Ah, siapa yang tidak ingin, teman? Rasanya saya ingin cepat lulus. Kamu?

25 maret 2010
Terima kasih pak sopir!

2 comments:

Cinta Tanpa Definisi

9:11 PM Unknown 1 Comments

seperti angin membadai. kau tak melihatnya. kau merasakannya. merasakan kerjanya saat ia memindahkan gunung pasir di tengah gurun. atau merangsang amuk gelombang di laut lepas. atau meluluhlantakkan bangunan-bangunan angkuh si pusat kota metropolitan. begitulah cinta. ia ditakdirkan jadi kata tanpa benda. tak terlihat. hanya terasa. tapi dahsyat.

seperti banjir menderas. kau tak kuasa mencegahnya. kau hanya bisa ternganga ketika ia meluapi sungai-sungai, menjamah seluruh permukaan bumi, menyeret semua benda angkuh yang bertahan di hadapannya. dalam sekejap ia menguasai bumi dan merengkuhnya dalam kelembutannya. setelah itu ia kembali tenang: seperti seekor harimau kenyang yang terlelap tenang. demikianlah cinta. ia ditakdirkan jadi makna paling santun yang menyimpan kekuasaan besar.

seperti api menyala-nyala. kau tak kuat melawannya. kau hanya bisa menari di sekitarnya saat ia mengunggun. atau berteduh saat matahari membakar kulit bumi. atau meraung saat lidahnya melahap rumah-rumah, kota-kota, hutan-hutan. dan seketika semua jadi abu. semua jadi tiada. seperti itulah cinta.

barangkali kita memang tidak perlu definisi. toh kita juga tidak butuh penjelasan untuk dapat merasakan terik matahari. kita hanya perlu tahu cara kerjanya. cara kerjanya itulah definisinya: karena kemudian semua keajaiban terjawab disana. (anis matta, 2009:1)


1 comments:

TANYA HATI

9:08 PM Unknown 0 Comments

Aku masih kecil saat itu
Saat dewasa adalah mimpiku
Saat gadis anggun mengambil tempat di retina -tak berfungsi- ku
Sebagai aku di hari depanku

Lihatlah, Kakiku tak henti telusuri waktu
Inilah hari depan itu
Denganku yang tak anggun, penuh sendu
Tangguh? Ah!

Aku tlah renta saat itu, Ya
Saat dewasa tlah mencapai trimester akhirnya
Saat kukira hanya tenang yang tersisa
Ternyata tidak! Mengapa tidak?

Meratap aku
Tak dapat aku nikmati waktu
Setiap waktu kelu, selalu
Andai begini, andai begitu, khayalku

Kemana mencari kemana mengadu
Kemana kembali kemana mengetuk
Tanya hatimu, hatiku
Ia pasti tahu 

0 comments:

Langkah Pertama

9:06 PM Unknown 0 Comments

Ini awal langkahku! Dan sebelum aku dapat menapaki jejak ini, kakiku begitu kaku.. tidak mudah menggerakkannya hingga kini aku sampai disini. DI LANGKAH PERTAMA.

Tidak akan pernah kuizinkan kedua kakiku berhenti. Ini bukanlah hasil yang selama ini kuimpikan itu. Ini hanya sebuah bagian dari proses yang harus kujalani.

Jangan menyerah.. jangan menyerah.. itu kata hatiku. Dan tentu tekadku. Untuk terus melaju bahkan berlari. Tanpa mengenal kata istirahat karena kelelahan.

DEMI ALLAH..

Dan sebagaimana yang difirmankan-Nya bahwa Ia tidak akan mengubah keadaan seorang hamba kecuali jika hamba itu yang berusaha mengubahnya sendiri.

SEMOGA ALLAH MERIDHOI
Akan kutiti evolusi ini !!!



Silvia F. Jasmine
In the new place
-240809-

0 comments:

NARSIS BAGIAN DARI PENYAKIT JIWA?

9:04 PM Unknown 0 Comments

Writed By: Silvia F. Jasmine

"narsis ih!" Komentar beberapa teman saat lagi-lagi saya atau teman-teman yang lain berfoto-foto ria di kampus seraya menunggu kedatangan dosen.
"Gak narsis ya gak eksis!" Balas salah seorang teman nggak mau kalah, yang seketika langsung ciiisss! Dia nyengir ke arah kamera sambil mengacungkan jari tengah dan telunjuk tangan kanannya. Biasa.. gaya standar. He he he

Saya yang waktu itu kebetulan sedang memegang buku HYGIENE MENTAL karya Dr. Kartini Kartono yang diterbitkan oleh penerbit Bandar Maju di Bandung tahun 2000… (lengkap banget ya?)agak lupa-lupa ingat pasalnya kalo nggak salah di buku itu sedikit diulas seputar narsism. Lantas saya telusuri daftar isinya dan… hap! Ketemu. Halaman 64. Disana tercantum sebuah judul besar “REAKSI-FRUSTASI YANG NEGATIF KAITAN MEKANISME PELARIAN DIRI DENGAN GANGGUAN KEJIWAAN”. Ada sepuluh poin yang menjadi bagian dari judul di atas. Yang salah satu poinnya itu… narsisme. What? Narsisme bagian dari gangguan kejiwaan? Atau narsism adalah salah satu mekanisme pelarian diri? Slow down baby, kita lihat dulu dari definisinya. Sebenernya apa sih narsisme itu?
 Narsisme adalah cinta diri yang ekstrim. Paham yang menganggap diri sendiri sangat superior dan amat penting.
 Narsisme ialah perhatian yang sangat berlebihan pada diri sendiri, dan kurang atau tidak adanya perhatian pada diri orang lain.

Jadi, narsis merupakan suatu perasaan menganggap diri paling pandai, paling cakep, paling hebat, paling berkuasa, paling bagus, dan paling-paling lainnya (paling segalanya). Dengan demikian individu yang bersangkutan menganggap tidak perlu memikirkan orang lain atau sering kita sebut egosentris atau egois.
Bagi dirinya, yang paling penting adalah diri sendiri, dan dia tidak mau peduli pada dunia luar selain dirinya. Biasanya orang-orang yang narsistis seperti itu memiliki kecenderungan menjadi psikopat (hii..) a-sosial, atau menderita defek moral. Bisa juga menjadi kriminil yang sukar disembuhkan. Hmm..

Ini bukan opini atau persepsi saya lho… tapi ini murni berdasarkan referensi yang saya baca. Serem juga ya? Tapi jadi muncul pertanyaan baru neeh, jadi kalo punya hobi berfoto-foto ria sampai nyobain berbagai gaya, udah gitu langsung di upload ke facebook, di tag kesana-sini pula, narsis kah namanya? Kayaknya ada persepsi yang salah deh guys, kita lurusin bareng-bareng yuk!

Sebagaimana yang kita ketahui kalo marah, cemburu atau sakit itu adalah sesuatu yang wajar, mungkin senang dengan hasil foto sendiri juga adalah hal yang wajar ya? Tapi yang udah nggak wajar bahkan kurang ajar itu kalo marah, cemburu,dll udah jadi sifat kita. Alias pemarah, cemburuan, sakit-sakitan. Gitu juga dengan topik yang lagi kita bahas. Jangan sampe kesenangan terhadap beberapa aspek yang ada dalam diri kita menjadikan kita bangga dengan berlebihan sampai merasa bahwa diri kitalah yang paling wah dalam aspek itu. Jangan sampai penyakit hati itu (sombong) menjadikan kita lupa bahwa semua yang kita miliki adalah mutlak gift dari Sang Khalik. Apalagi jika sampai menganggap rendah orang lain dan hati kita benar-benar mati sehingga tidak mau memikirkan mereka. Ujung-ujungnya a-sosial trus psikopat deh! Naudzubillahi min dzalik..

Gimana, sampai sini udah pada bisa nyimpulin sendiri donk ya? Jadi kalo senang difoto.. (peupeuriheun gak jadi foto model) untuk sekedar dijadikan hobi no problem kayaknya, dalam hal ini saya pribadi sih masih bisa empati.. hehe

Apalagi kalau sudah pegang hp kamera. Di kosan, di kampus, di jalan, gak peduli di tempat sepi atau tempat rame, asalkan objeknya bagus langsung ciiisss deh! Siapa sih yang kayak gitu? Ada yang ngerasa? Hehe.. peace ahh!

-070310-

0 comments:

MILAD

9:02 PM Unknown 0 Comments

Hari ini sebagaimana delapan februari- delapan februari sebelumnya biarlah mengalir. Aku hanya akan mengawalinya dengan doa. Dan berjuta harap akan hadirnya kebahagian di detik-detik selanjutnya. Untuk selamanya.

Hari ini angka 19 menjadi milikmu. Angka yang cukup untuk membuatmu menjadi seorang muslimah yang dewasa. Itulah yang perlu kau fahami. Cukup dua kata mewakili segalanya. MUSLIMAH… dan DEWASA!!! Dan kurasa enam tahun di lingkungan agamis telah cukup membentukmu dan menyandang dua predikat itu. Lantas apa makna sebenarnya dari dua kalimat itu?

Renungkanlah silvia.


Delapan februari.. yang kesekian.
Ya Rahim.. jadikanlah angka usia ini jembatan akan kesadaran untuk ku menyadari bahwa semakin dekat waktu untuk ku kembali..
Amin!

0 comments:

Hal Baru Dalam Hidup Saya

8:55 PM Unknown 0 Comments

Selalu ada hal baru dalam hidup kita. Tak mesti hal-hal besar yang kemudian mengubah hidup kita, baru kita menyebutnya hal baru. Coba sejenak renungkan, hal baru apa yang baru-baru ini menjadi bagian dari hidup anda, yang mungkin itu adalah hal kecil yang tidak anda sadari keberadaannya.
Jika demikian dengan anda, begitupun halnya dengan saya. Ada suatu hal kecil berdampak besar yang belakangan ini sudah menjadi keseharian saya, padahal sebelumnya cukup sulit bagi saya untuk memulainya. Hal itu adalah berdagang. Mengapa saya katakan ini sulit?
Pertama, karena saya merasa harus mengalahkan ego saya, mempertaruhkan image saya, juga membuang jauh-jauh rasa gengsi yang sedang betah-betahnya menempel di kepribadian saya yang terhitung masih remaja ini.
Kedua, saya bukan pebisnis. Sekedar untuk berdagang dengan modal kecil sekalipun-pun, tetap saja ada rasa takut jika nantinya dagangan saya tidak laris sehingga harus mengalami kerugian. Wong tujuan berjualan itu kan untuk mendapatkan keuntungan. Laba dari hasil berjualan.
Ketiga, sasaran pembeli saya adalah kampus saya sendiri. Dengan alasan ini, rasanya saya harus benar-benar menyiapkan mental. Baru saja dua bulan saya menjadi mahasiswa disini. Status saya masih sebagai anak baru. Dengan lingkungan baru, orang-orang baru dan proses belajar yang baru saja saya masih harus menyesuaikan diri.  Lha ini, mau sambil berjualan pula? Jadilah saya memikirkannya masak-masak.
Setelah cukup lama memikirkannya dengan akal sehat, seolah ada energy positif yang berkata dengan berapi-api bahwa saya tidak akan pernah mengalami kemajuan jika terus mengkhawatirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang tidak pasti. Toh tidak akan ada yang mencibir atau mencela. Kalaupun ada, biarlah mereka mencela dan saya tidak boleh goyah hanya karena hal itu.
Lantas kemudian saya ingat bahwa Rasulullah Muhammad-pun berprofesi sebagai pedagang. Bukan pedagang cakue atau cireng memang, beliau pedagang kain. Secara status social pedagang kain cukup bergengsi di masa Rasul juga di masa sekarang. Tapi bukankah setiap yang besar berawal dari hal-hal yang kecil? Masalah besar atau kecil hanyalah perbedaan proses atau waktu. Sahabat Nabi, Abdurrahman Bin Auf pun dahulu menjadi orang terkaya di madinah dari hasil  berdagang. Jadi tidak masalah jika saat ini saya memulainya dengan berjualan makanan kecil saja.
Saya memang masih mahasiswa baru, tapi tidak lantas harus saya jadikan alasan yang kedua. Rasanya selalu saja ada alasan untuk mengurungkan niat yang sebenarnya baik.
Maka alasan “saya bukan pebisnis”pun harus saya tangkis dan menggantinya dengan “saya memang bukan pebisnis, tapi mulai saat ini saya akan mulai berbisnis”. Dari salah satu training kewirausahaan yang pernah saya ikutipun saya mengetahui bahwa perasaan takut gagal sebelum memulai merupakan ciri mentalnya orang miskin. You’ll never know till you have tried.
Jadilah keesokan harinya hingga saat ini, saya kuliah sambil berjualan salah satu jenis makanan. Suatu hal yang tidak pernah saya sesali. Bahkan ini adalah salah satu keputusan terbaik yang saya buat (lebaaay).  Bolehlah saya menyebutnya hal baru yang sipatnya kecil, namun memberikan perubahan besar dalam hidup saya. Jika dulu saya kukuh dengan berbagai ketakutan yang tidak beralasan di atas dan tidak berani memulainya, sampai saat ini mungkin saya masih tetap seseorang yang bermental miskin, remaja yang lebih mengedepankan rasa gengsinya, juga seorang pengecut yang takut menghadapi kegagalan-kegagalan yang belum pasti dan ketakutan-ketakutan yang tidak terbukti.
Tidak ada yang mencibir, justru banyak yang mengikuti. Seiring berjalannya waktu-pun, tidak ada ladi rasa gengsi. Dan yang tak kalah penting, ternyata saya mampu menjalani masa-masa adaptasi sebagai mahasiswa baru sambil berdagang. Tentu karena pertolongan Yang Maha Kuasa.
Laris atau tidak laris hanyalah sebagai ujian. Pengingat agar saya tetap bisa bersyukur dan bersabar.
Hal lain yang patut disyukuri adalah saya bisa jadi lebih mandiri. Tidak lagi harus meletakkan tangan di bawah sambil mengadu pada orang tua mengenai tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan saya secara materi.
Fabiayyi-aa laa irabbikumaa tukadzibaan.. 

Kamar cahaya,
16 maret 2010
            21:39

0 comments:

NIAGA HATI KALA SINGGAH RAMADHAN

8:49 PM Unknown 0 Comments

Kembali aku dalam habitatku
Dalam segumpal darah yang membentukku
Dalam selembar kulit yang membungkusku
Dalam sepetak kardus yang menampungku

Penat aku akan karat
Keluh aku akan keruh
Duka aku akan nestapa
Sangar aku akan lapar

Kata orang ini ramadhan
Tempat kumbang menabur cawan
Tapi aku hanya asap jalanan
Tak pantas rayu hati Tuhan

Di langit buta mata menganga
Menatap takjub jamaah bersujud
Meski masigit pahit nan sempit
Mengkhusyuk doa kudus dalam khunus

Allahu Robbi pelukis bumi
Adakah jalan tuk kembali
Adakah uluran dan senyum-Mu lagi
Biar terkikis ambisi hati
Tuk jadi
Penguasa lautan emas murni
Yang kusangka pendahaga hati, kini…

Terizinkah ku shalat menyulam taubat
Mengasah diri yang kian karat
Agar tak selalu diuntai melarat
Dunia akhirat

0 comments:

KETIKA KAU MENYAYANGIKU

8:43 PM Unknown 1 Comments

Ketika kau menyayangiku
Akalmu berfikir keras tentang bagaimana cara membahagiakanku
Ketika kau menyayangiku
Bibirmu membentuk bulan sabit untuk menenangkanku
Ketika kau menyayangiku
Egomu tertangkis sudah demi memahamiku
Ketika kau menyayangiku
Hatimu berlapang dada untuk memaafkanku
Ketika kau menyayangiku
Lidahmu bergerak lincah untuk memotivasiku
Ketika kau menyayangiku
Tanganmu begitu ringan member yang kau mampu untukku
Ketika kau menyayangiku
Jubah kasihmu tak pernah luntur untuk melindungiku

Namun ketika aku menyayangimu,
Aku hanya mampu menulis untaian kata ini, bundaku…

1 comments:

Really, Dia Sombong, ASLI !!!

8:40 PM Unknown 2 Comments

really, dia sombong, ASLI !!!

tahu sebutan apa yang pantas untuk orang yang tidak meminta pertolongan orang lain, disaat sebenarnya ia sangat mengharapkan itu, tangguhkah? GAK! itu SOMBONG!!

terlebih saat ia teramat sangat kesulitan namun yang dilakukannya hanya meratap tanpa berdoa. meski dengan lincahnya lidah itu bercerita tentang kenestapaannya pada setiap orang. SOMBONG-lah ia!!

atau... ketika setumpuk kewajiban yang harus ia selesaikan hanya mangkal di sudut ruangan karena hari ini belum H-1 menuju deadline. SUMPAH, SOMBONG !!! orang SOMBONG!!!

dengan sok-nya ia berkata pada setiap yang ditemuinya.
"tenang aja, yang penting hari H beres!"

seolah hari yang ia sebut itu masih akan memberinya celah untuk bergerak.
seolah akan dengan mudahnya ia mengerjakan semuanya tanpa rintangan, dengan waktu semalam atau bahkan se-jam.
seolah tenaganya tak akan habis, pikirannya tak akan buntu, fasilitas dan media akan selalu memadai untuk menunjang semuanya. pada H-1.
seolah Tuhan akan suka dan berkata "kun fayakun", jadilah, maka jadilah suatu hasil yang sempurna dari rangkaian proses yang bahkan tidak ada.

siapa ia sehingga dengan percaya diri -stadium akut-nya merasa selalu beruntung?
merasa Tuhan teramat menyayanginya?
merasa tercipta sebagai makhluk Tuhan paling brilian?
sehingga dengan secepat kilat dapat menyelesaikan tugas yang orang lainpun mengatakannya sulit
siapa ia?
adakah ia?

ADA
tapi semoga hanya sampai detik ini.

karena hasil yang optimal hanya mimpi bagi seseorang yang enggan menjajaki proses yang panjang.

2 comments:

Patahkan Raguku

8:37 PM Unknown 1 Comments

Jika saja kau tak pernah menyerah
Tuk manjakan hatimu
Dan bahagiakannya dengan hadirku
Kau kan dapatkan jalannya!

Kan kau tahu sisi raguku
Atas dirimu
Yang bukan cintamu, pun setiamu
Atau penantianmu yang tak lekang oleh waktu

Kau harus tahu, biar ragamu tak lelah tuk melaju
Semangatmu tak patah dan tak rapuh
Bangkitkan setiap detik dari waktumu
Jadikan berarti perjuanganmu

Hingga kau gapai hari depan cerahmu

Yakinkanku akan hal itu
Dan patahkan keraguanku
atasmu

1 comments: