Hal Baru Dalam Hidup Saya

8:55 PM Unknown 0 Comments

Selalu ada hal baru dalam hidup kita. Tak mesti hal-hal besar yang kemudian mengubah hidup kita, baru kita menyebutnya hal baru. Coba sejenak renungkan, hal baru apa yang baru-baru ini menjadi bagian dari hidup anda, yang mungkin itu adalah hal kecil yang tidak anda sadari keberadaannya.
Jika demikian dengan anda, begitupun halnya dengan saya. Ada suatu hal kecil berdampak besar yang belakangan ini sudah menjadi keseharian saya, padahal sebelumnya cukup sulit bagi saya untuk memulainya. Hal itu adalah berdagang. Mengapa saya katakan ini sulit?
Pertama, karena saya merasa harus mengalahkan ego saya, mempertaruhkan image saya, juga membuang jauh-jauh rasa gengsi yang sedang betah-betahnya menempel di kepribadian saya yang terhitung masih remaja ini.
Kedua, saya bukan pebisnis. Sekedar untuk berdagang dengan modal kecil sekalipun-pun, tetap saja ada rasa takut jika nantinya dagangan saya tidak laris sehingga harus mengalami kerugian. Wong tujuan berjualan itu kan untuk mendapatkan keuntungan. Laba dari hasil berjualan.
Ketiga, sasaran pembeli saya adalah kampus saya sendiri. Dengan alasan ini, rasanya saya harus benar-benar menyiapkan mental. Baru saja dua bulan saya menjadi mahasiswa disini. Status saya masih sebagai anak baru. Dengan lingkungan baru, orang-orang baru dan proses belajar yang baru saja saya masih harus menyesuaikan diri.  Lha ini, mau sambil berjualan pula? Jadilah saya memikirkannya masak-masak.
Setelah cukup lama memikirkannya dengan akal sehat, seolah ada energy positif yang berkata dengan berapi-api bahwa saya tidak akan pernah mengalami kemajuan jika terus mengkhawatirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang tidak pasti. Toh tidak akan ada yang mencibir atau mencela. Kalaupun ada, biarlah mereka mencela dan saya tidak boleh goyah hanya karena hal itu.
Lantas kemudian saya ingat bahwa Rasulullah Muhammad-pun berprofesi sebagai pedagang. Bukan pedagang cakue atau cireng memang, beliau pedagang kain. Secara status social pedagang kain cukup bergengsi di masa Rasul juga di masa sekarang. Tapi bukankah setiap yang besar berawal dari hal-hal yang kecil? Masalah besar atau kecil hanyalah perbedaan proses atau waktu. Sahabat Nabi, Abdurrahman Bin Auf pun dahulu menjadi orang terkaya di madinah dari hasil  berdagang. Jadi tidak masalah jika saat ini saya memulainya dengan berjualan makanan kecil saja.
Saya memang masih mahasiswa baru, tapi tidak lantas harus saya jadikan alasan yang kedua. Rasanya selalu saja ada alasan untuk mengurungkan niat yang sebenarnya baik.
Maka alasan “saya bukan pebisnis”pun harus saya tangkis dan menggantinya dengan “saya memang bukan pebisnis, tapi mulai saat ini saya akan mulai berbisnis”. Dari salah satu training kewirausahaan yang pernah saya ikutipun saya mengetahui bahwa perasaan takut gagal sebelum memulai merupakan ciri mentalnya orang miskin. You’ll never know till you have tried.
Jadilah keesokan harinya hingga saat ini, saya kuliah sambil berjualan salah satu jenis makanan. Suatu hal yang tidak pernah saya sesali. Bahkan ini adalah salah satu keputusan terbaik yang saya buat (lebaaay).  Bolehlah saya menyebutnya hal baru yang sipatnya kecil, namun memberikan perubahan besar dalam hidup saya. Jika dulu saya kukuh dengan berbagai ketakutan yang tidak beralasan di atas dan tidak berani memulainya, sampai saat ini mungkin saya masih tetap seseorang yang bermental miskin, remaja yang lebih mengedepankan rasa gengsinya, juga seorang pengecut yang takut menghadapi kegagalan-kegagalan yang belum pasti dan ketakutan-ketakutan yang tidak terbukti.
Tidak ada yang mencibir, justru banyak yang mengikuti. Seiring berjalannya waktu-pun, tidak ada ladi rasa gengsi. Dan yang tak kalah penting, ternyata saya mampu menjalani masa-masa adaptasi sebagai mahasiswa baru sambil berdagang. Tentu karena pertolongan Yang Maha Kuasa.
Laris atau tidak laris hanyalah sebagai ujian. Pengingat agar saya tetap bisa bersyukur dan bersabar.
Hal lain yang patut disyukuri adalah saya bisa jadi lebih mandiri. Tidak lagi harus meletakkan tangan di bawah sambil mengadu pada orang tua mengenai tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan saya secara materi.
Fabiayyi-aa laa irabbikumaa tukadzibaan.. 

Kamar cahaya,
16 maret 2010
            21:39

0 comments: